Nadar Dalam Upacara Pembuatan Garam di Sumenep (2)

Dwi Sulistyorini *)

Asal-Usul Upacara Nadar

NYADAR2 Pada  zaman  pertengahan,  seorang  mubaligh  Islam  bernama  Syekh Angga Suto, yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Emba Anggasuto datang ke Sumenep. Beliau berasal dari Cirebon, Jawa Barat, yang sebelum- nya dikabarkan berasal dari negara Arab/Persi. Tujuan kedatangan beliau ke Sumenep terutama untuk menyebarkan agama Islam. Namun, pada saat per- jalanan ke timur, ia melewati jembatan rantai, lalu ke selatan hingga tiba di sebuah pantai di desa Pinggir, Papas. Di pantai ini ketika air surut, ia melihat bekas telapak kaki yang sangat besar. Setelah beberapa hari pada bekas tela- pak  kaki tersebut terjadi gumpalan garam.  Dari peristiwa  ini Syekh Angga Suto  mengajarkan  kepada  masyarakat  Desa  Pinggir  Papas mengenai  cara membuat  garam.  Akhirnya  kebiasaan  membuat  garam  terus  dilak-sanakan sampai  sekarang. Masyarakat Sumenep  menjadi terkenal sebagai  penghasil garam.

Pada  perkembangan  selanjutnya,  untuk  menghargai  jasa  para  leluhur dalam  membuat  garam  tersebut, masyarakat  Sumenep  selalu  mengadakan upacara selamatan atau syukuran atas panen garam yang membawa nikmat. Upacara ini disebut upacara nyadar atau nadar.

Tujuan Upacara Nadar

Tujuan  upacara  nadar  ialah  mengirim  doa  kepada  leluhurnya  karena dianggap  sebagai  orang  pertama yang  menurunkan  kepandaian  membuat garam  kepada  masyarakat  Sumenep.  Setiap  bulan  Maulud, sebelum  hasil garam  dipanen,  secara  rutin  diadakan  upacara  nadar  untuk  mengenang, menghargai, dan menghormati arwah leluhur. Selain itu, tujuan upacara ini adalah  siar  agama  Islam.  Hal  ini  terlihat  dari adanya  bagian  upacara  yang berupa pembacaan naskah-naskah kuno. Naskah ini berisi ajaran Islam yang dapat dijadikan tuntutan hidup sehari-hari.

Persiapan Sebelum Upacara Nadar

Untuk  menyambut  upacara  nadar,  biasanya  masyarakat  Pinggir  Papas melakukan persiapan, seperti melakukan rapat kampung yang terdiri dari se- sepuh-sesepuh desa. Pada kesempatan ini mereka membicarakan segala se- suatu  yang  berhubungan  dengan  upacara  nadar,  terutama  mempersiapkan benda-benda pusaka yang akan digunakan pada saat upacara nadar.

Benda-benda  pusaka  ini  dikeluarkan  satu  kali  setahun  setiap  perayaan upacara   nadar.   Sebelum   dipakai  benda-benda   tersebut   dibersihkan   dan dibuatkan sesajen. Bahkan, beberapa sesepuh melakukan puasa agar upacara berjalan  dengan  lancar.  Benda-benda  pusaka  itu  antara  lain  berupa  tombak dan keris. Beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara nadar disiapkan pula piring  keramik  besar  yang  disebut  panjang. Piring  ini digunakan  sebagai wadah makanan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.