Membangun Sukma Madura

Para nelayan juga harus berani melawan derasnya ombak di lautan. Kondisi tersebut menjadi faktor penyebab mengapa laju pembangunan di sini relatif tertinggal dibandingkan daerah lain, khususnya di wilayah Jawa Timur, dan mendorong sebagian besar warga Madura bermigrasi ke daerah lain sejak puluhan tahun silam.

Ada yang mengaitkan citra kekasaran masyarakat Madura dengan pengalaman masa lalu. Di masa kapitalisme kolonial, masyarakat Madura mengalami proses eksploatasi dan dan dehumanisasi. Perlakuan itu melahirkan perilaku kriminal di tengah masyarakat.

“Ketika itu kewibawaan penguasa menurun, kepercayaan kepada pemegang hukum adat hilang, sehingga muncul berbagai ketidakpastian yang selanjutnya menyebabkan maraknya tindakan sewenang-wenang di masyarakat,” tulis sosiolog asal Universita Nijmegen (Belanda) Dr Huub de Jonge yang juga menjadi salah satu pembicara dalam acara kongres ini.

Menurut Huub, kekerasan itu mulai tumbuh sekitar awal abad 19 ketika kaum nningrat dan penguasa dalam kehidupan konsumerisme yang segala pembiayaannya ditanggung rakyat.

Mengutip laporan Brest van Kempen, seorang pejabat pemerintahan kolonial di Bangkalan, Huub menyebut antara tahun 1847-1849 setiap hari terjadi pembunuhan dan mayat-mayat korban selalu dibuang di alun-alun kota. Angka kejahatan terus meningkat dibanding masa-masa sebelumnya.

Kondisi tersebut memicu pengungsian ribuan warga Madura atau menyeberang ke Jawa pada pertengahan abad 19. Mereka ingin menghindari segala bentuk penekanan, penindasan, dan pemerasan. Untuk berjaga-jaga, mereka selalu membawa pisau – satu kebiasaan yang masih bisa ditemukan hingga saat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.