Orang-orang Madura di tanah rantau adalah saksi hidup dari semangat itu. Mereka berani melakukan pekerjaan apa saja demi hidup. Namun, dibalik kegigihan itu, masyarakat dari pulau garam ini memiliki rasa humor yang khas.
Karakter lain yang lekat dalam diri orang-orang Madura adalah perilaku yang selalu apa adanya dalam bertindak. Suara yang tegas dan ucapan yang jujur kiranya merupakan salah satu bentuk keseharian yang bisa kita rasakan jika berkumpul dengan orang Madura.
Sosok yang berpendirian teguh merupakan bentuk lain dari kepribadian umum yang dimiliki suku Madura. Mereka sangat berpegang pada falsafah yang diyakininya. Apa pun mereka lakukan untuk mempertahankan harga diri.
Masyarakat Madura sangat taat beragama. Selain ikatan kekerabatan, agama menjadi unsur penting sebagai penanda identitas etnik suku ini. Bagi orang Madura, agama Islam seakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari jati dirinya. Akibatnya, jika ada warga Madura yang memeluk agama lain selain Islam, identitas kemaduraannya bisa hilang sama sekali. Lingkungan sosialnya ‘akan menolak’, dan orang yang bersangkutan bisa terasing dari akar Maduranya.
Hebatnya, meminjam ungkapan MH Said Abdullah, pendiri Said Abdullah Institute (SAI) yang juga menjadi sponsor acara Kongres Kebudayaan Madura ini, di luar urusan perkawinan, masyarakat Madura sangat terbuka dan menghargai perbedaan identitas keagamaan. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk menjalin kerja sama dengan orang lain.
“Tidak pernah ada pembakaran tempat ibadah di Madura hanya karena perbedaan keyakinan agama, kecuali karena konflik politik,” ujar tokoh Madura asal Sumenep ini.