Lok-alok, Deklamasi yang Ditarikan

Hélène Bouvier

Rombongan musik saronen

Pada musim paceklik, di daerah Sumenep, diselenggarakan banyak lomba kecantikan dan kelincahansapi betina serta karapan sapi jantan. Acara semacam itu selalu sangat ramai. Perayaan yang diselenggarakan di perdesaan atas prakarsa perorangan (dan bukan yang diselenggarakan atas prakarsa instansi setempat) lazim ditutup dengan acara khusus. Acara itu disebut lok-alok yang merupakan acara pengumuman nama sapi yang telah ikut serta dalam lomba. Lok-alok adalah penampilan kepandaian bertutur kata yang sepenuhnya diarahkan kepada sapi betina ataupun jantan serta dilengkapi oleh tarian pendek. Lok-alok sangat digemari di kecamatan Batuputih dan Batang-Batang.

Kata dasar alok atau olok berarti “panggilan” yang memanggil dan menamai. Istilah itu memiliki ambiguitas yang sama di dalam hahasa Madura dan di dalam bahasa Prancis (appel). Kiliaan memberikan arti untuk lok-alok: “nama”, “seruan”; sedangkan untuk ka’a!ok: “terkenal”, “tersohor”; dan untuk blok, aôlok, ngôlok: “berseru”, “berteriak”. Safloedin memberikan arti untuk “kaalok”: “terkenal”, “tersohor” dan untuk olok: “panggil”.

Di Batuputih dan Batang-Batang pengumuman itu berupa pidato yang terimprovisasi yang disebut lok-olok atau lok-alok. Disebutkan bahwa “sapi diperkenalkan, diungkapkan gelarnya” (ngonenghgahiya jhujhulukèpon sapè atau ngatoraghi oneng jhujhulukèpon sapè atau ‘dipanggil” (ajhujhuluk sape atau anyama sape). Lalu beberapa laki-laki menari (nandhang: istilah itu sama dengan yang digunakan untuk penari tayub) di depan ternak yang bersangkutan. Istilah yang digunakan adalah pergi ke “permainan” (en-maennan) atau pergi ke “keramaian” (karammeyan) yang diadakan untuk “karapan sapi” (kerrabhan sapè) atau “lomba sapi betina dihias” (sapè pajhangan), atau untuk “sapi yang masuk di bawah gerbang” (sapè sono’), atau “yang berpasangan” (sapè kamrat)- di daerah itu lomba itu juga disebut Iotrèngan atau sapè lotrèng.-

Karapan sapi yang diselenggarakan sebagai perlombaan resmi, berawal dari tingkat kecamatan dan dilangsungkan hingga mencapai tingkat Pulau Madura (Se Madhura). Turut pada lomba itu dua atau tiga pasang sapi jantan yang diseleksi melalui sistem putaran, dan pemenangnya mendapat hadiah. Pasangan sapi jantan dikekang oleh kerangka kayu; di atasnya duduk seorang pengemudi. Dengan tangan kanannya, pengemudi itu memegang ekor binatang 1w sementara tangan kirinya memukulinya dengan sebatang kayu yang sering dipasangi paku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.