Lomba kecantikan sapi betina, di tingkat desa tidak jauh berbeda dan perlombaan yang resmi, tetapi, seperti halnya untuk karapan sapi, lok-alok hanya muncul pada acara perdesaan. Sapi dipasangi kuk, tetapi tanpa kerangka kayu dan diiringi arakan yang mirip dengan arakan karapan sapi di atas. Dua pasang sapi maju bersama-sama menuju pintu (labhang) dari bambu. Keempat binatang itu harus berhenti di bawah kedua lengkung pintu itu yang berdampingan sambil menderetkan kaki depan di atas sebuah balok, tanpa dibuat gugup oleh cermin yang menghiasi bambu itu. Kelompok pengiring (keluarga, teman, dukhon, dan pemain musik) duduk tenang di belakang pasangan sapi jagoan masing-masing, dan pengemudinya berseru-seru kepada sang sapi agar mengambil posisi badan yang baik. Setelah kecantikan dan kelincahan sapi selesal dinilai, tibalah saat pengumuman nama-nama. Tokang lok-alok, berikut penari, berimprovisasi pertama-tama dengan bahasa, lalu dengan gerak tari. Setelah itu, kedua pasang sapi maju melewati pintu di atas, dan demikian seterusnya untuk pasangan pesaing yang lain.
Disalin dari buku Lèbur!, Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura, Hélène Bouvier, Forum Jakarta-Paris, Ecole francaise d’Extreme-Orient, Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, Yayasan Obor Indonesia Jakarta, 2012, hal. 173-175.