Keislaman, Kemaduraan, Keindonesiaan

Tatapan dari Kacamata Kesenian

Oleh Jamal D. Rahman

Kembang, kembang malatè
Ètamena è Kebunagung
Rassana bedhe sè gaggar
Duh Paman
kembang ponapa
….
(Kembang, kembang melati
Akan ditanam di Kebunagung,
Terasa ada yang jatuh
Duh Paman
kembang apa gerangan
….)

Lahir dari keluarga guru agama (Islam) dan tumbuh di lingkungan pesantren di Madura, saya menyukai kesenian tradisi Madura sejak kecil. Di awal tahun 1970-an, ketika usia saya kira-kira 5 tahun, saya suka sekali nonton ludruk, topeng, dan tandha’, misalnya. Sementara pertunjukan tandha’ biasanya diadakan dalam pesta perkawinan, pertunjukan ludruk dan topeng dulu sering diadakan di Lapangan Sepakat Lenteng Timur, Sumenep, tidak jauh dari rumah orangtua saya. Pertunjukan itu biasanya berkarcis. Sekeliling lapangan ditutup dengan saksak (rajutan bambu berukuran kira-kira 80 cm x 2,5 m untuk menjemur tembakau) setinggi kira-kira 2,5 meter. Karcis bisa dibeli di loket-loket yang tersedia. Tentu, hanya orang yang memiliki karcis yang boleh memasuki lapangan. Orang di luar lapangan tidak bisa menyaksikan pertunjukan, meskipun tentu saja bisa mendengarkannya karena setiap pertunjukan pastilah menggunakan pengeras suara. Ada kalanya pertunjukan kesenian diadakan juga di tempat-tempat lain di sekitar desa, yang bisa saya tempuh cukup dengan jalan kaki.

Orangtua saya tidak pernah melarang saya menonton kesenian-kesenian tersebut, bahkan mendorong saya dengan menyediakan uang karcis, uang jajan, dan seorang pendamping karena pasti pulang larut malam setiap kali nonton. Jika diperkirakan pulang larut malam dan tempat pertunjukan agak jauh dari rumah, pendamping saya tak lupa membawa kalarè (daun kelapa kering). Seusai pertunjukan, dia —seorang ibu-ibu tetangga saya— membakarnya sebagai obor sepanjang jalan pulang. Sepanjang jalan pulang, dia mengulang atau menirukan beberapa bagian adegan pertunjukan yang baru saja kami tonton, yang bagi saya kadangkala lebih menyenangkan dibanding pertunjukan yang sebenarnya. Demikianlah saya menikmati kesenian tradisi Madura, meskipun dalam banyak hal tidak paham betul apa isinya.

Tetapi, hubungan keluarga saya dengan kesenian tradisi Madura ini ternyata tidak berjalan “mulus”. Belakangan saya tahu bahwa jenis-jenis kesenian ini sebenarnya kurang diinginkan dan cenderung dihindari. Bagi keluarga kami, jenis-jenis kesenian ini ternyata merupakan sesuatu yang sedikit-banyak bersifat “asing”. Meskipun tak pernah melarang, setahu saya orangtua saya tak pernah menontonnya. Dari pembicaraan dan sikapnya, terasa bahwa bagi orangtua saya, ludruk, wayang, dan tandha’ paling tidak bukanlah jenis-jenis kesenian yang dianjurkan. Ini berbeda misalnya dengan kesenian hadrah, samroh, atau samman, yang terasa lebih diterima dalam keluarga kami. Jenis-jenis kesenian terakhir ini bukanlah sesuatu yang “asing”, melainkan sesuatu yang kurang-lebih dianjurkan. Maka, dalam menonton hadrah, samroh, atau samman, saya tidak perlu pendamping khusus, sebab saya akan berangkat dengan anggota keluarga yang juga akan menyaksikan pertunjukan kesenian itu.

Bagi saya, pengalaman masa kecil ini ternyata merupakan miniatur atau puncak gunung es dari polarisasi dan psiko-sosial kesenian dalam masyarakat Madura secara umum. Pertalian kompleks antara Islam, kesenian, dan pola hubungan sosial di Madura merupakan perkembangan dari sistem simbol yang dianut oleh masyarakat Madura sendiri. Jika Islam merupakan sistem simbol melalui mana masyarakat menemukan personifikasinya pada ulama lokal sebagai lembaga yang mengatur dan mempersatukan jalinan sosial yang terpencar-pencar, maka kesenian dalam batas tertentu juga berfungsi sebagai sistem simbol yang melembaga sebagai faktor yang mempersatukan diversifikasi sosial. Tetapi, karena masyarakat Madura bagaimanapun menerima Islam sebagai sistem kepercayaan, dan proses islamisasi terus berlangsung di tengah masyarakat, maka secara umum masyarakat Madura cenderung mensubordinasi kesenian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.