Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • * Merawat Madura
    • Sejarah Madura
    • Budaya Madura
  • Lokalitas
    • Tradisi Madura
    • Sastra Madura
  • Ragam
    • Wisata Madura
    • Tokoh Madura
    • Peristiwa Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Penginapan di Madura
    • Jarak Kota Jawa Timur
    • Jarak Jawa-Bali
    • Dukung Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Privacy Policy
    • Disclaimers for Lontar Madura
    • Daftar Isi
    • Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Dengarkan, Lagu-Lagu Madura
    • Marlena
    • Mutiara yang Terserak
    • Baca dan Ikuti Kisah Bersambung: Marlena
  • Unduhan
    • Tembhang Macapat
    • Materi Bahasa Madura
    • Madurese Folktales
  • Telusur
    • Peta Lokasi Lontar Madura
    • Penelusuran Praktis
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Babad Madura

Joko Tole sebagai Arya Kuda Panoleh dan Pangeran Saccadiningrat II

▲ Menuju 🏛 Home ► Sejarah Madura ► Joko Tole sebagai Arya Kuda Panoleh dan Pangeran Saccadiningrat II ► Page 4

Ditayangkan: 31-10-2021 | dibaca : 400 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Dalam pemerintahan Adi Poday di Sapudi dan Joko Tole di Sumenep, konon pertanian pun menjadi maju (Soepono & Simanulang, 2001: 24). Sumenep yang kekuasaannya meliputi Sapudi ikut memperlancar hubungan yang pro-aktif kedua wilayah dalam mentransfer berbagai pengetahuan di segala bidang. Tidak sebatas bidang ekonomi, pengalaman Saccadiningrat Il yang sempat dibesarkan dalam keluarga pandai besi, ikut memperkuat bidang pertahanan Kerajaan Sumenep.

Pada masa Joko Tole terjadi pertempuran melawan “Dampo/Dempo Awang”. Banyak sekali versi yang berusaha menerangkan tentang siapa sebenarnya Dampo Awang tersebut. Ada yang mengaitkannya dengan ‘Sam Po Tualang’, bahkan menyamakannya sebagai “Laksamana Cheng Ho”. Berbeda dari itu ada pula versi lain yang menyatakan bahwa Dampo Awang adalah anak seorang raja Kerajaan Keling yang bernama “Bermana” seperti yang diungkap dalam tulisan Imam Farisi (1993: 92) tentang Bab I Babad Songennep. Kisah rakyat yang ikut menceritakan seorang bernama Dampo Awang yang bercerita tentang seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya setelah pergi merantau dan dikutuk menjadi batu.

Cerita ini berasal dari daerah Rembang (Lestari, 2012: 97). Tidak hanya itu, di kalangan orang-orang Madura ada pula yang meyakini bahwa Dampo Awang adalah seorang raja Bali. Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, nama Dampo Awang cenderung menunjukkan sosok yang antagonis, demikian itu adalah hal pertama secara umum dalam gambaran tokoh ini. Dampo Awang juga dikenal dengan invasi militernya. Dalam legenda dikisahkan Joko Tole mengalahkan “armada China”¹¹ yang dipimpin oleh Dampo Awang (Madura: Dhampo Abang) yang sempat menjarah Jawa.

Dalam perjuangan Joko Tole menahan invasi Dampo Awang tersebut ia menggunakan “Kuda Terbang” ¹2 sehingga 12 ia mampu memusnahkan kapal Dampo Awang (Ali, 2014: 177). Tidak kalah dengan kesaktian Joko Tole, kapal milik Dampo Awang dipercaya mampu terbang. Belum diketahui pasti maksud dari gambaran kesaktian kedua belah pihak. Tampaknya hal itu untuk menggambarkan betapa besarnya kapal yang dipunyai oleh Dampo Awang. Kemenangan Joko Tole atas Dampo Awang dalam pertempuran laut itu dapat diartikan bahwa Sumenep mempunyai kemampuan militer maritim yang kuat.

Pertempuran Pangeran Saccadiningrat II melawan Dampo Awang yang dalam konteks Madura merupakan seseorang yang antagonis memberi pengaruh bagi Sumenep. Mitos Kuda Terbang telah menjadi simbol rakyat turun-temurun. Oleh karena itu, Kuda Terbang (bersayap) ini telah dijadikan lambang Kabupaten Sumenep. Lambang tersebut dianggap suatu simbol kepahlawanan, kejantanan, kekuatan, serta ketaatan tradisi (Adiwidjaja & Sulaiman, 1980: 43). Simbolisasi kepahlawanan itu termasuk penjagaan atas harga diri Madura secara umum dan bagi Sumenep secara khusus. Dalam cerita itu, jika Joko Tole berhasil dikalahkan oleh Dampo Awang maka gadis-gadis Madura akan direnggut keperawanannya.

Dr. Yusuf Rahman (2006: 191) menyatakan bahwa kisah Joko Tole melawan Dampo Awang menunjukkan penghormatan kepada wanita sehingga wanita menjadi simbol atas pulau dan kemakmuran orang-orangnya. Kisah sedemikian bukan sesuatu yang mengherankan untuk berakar dan dimuliakan dalam legenda Madura. Di masa modern, saat telah ditemukannya definisi kejahatan perang yang memuat tindak pemerkosaan sebagai salah satu poinnya, masih saja dijumpai fakta pelanggaran di lapangan, apalagi pada masa silam di mana peperangan yang berkecamuk bisa terjadi dengan hebat tanpa adanya peraturan internasional seperti masa kini.

Akhir hayat Joko Tole/Raden Arya Kuda Panoleh, penguasa Sumenep yang bergelar Pangeran Saccadiningrat II ditakdirkan untuk gugur di medan laga. Suatu saat datang utusan raja dari Bali yang membawa surat rontal. Rombongan Bali menaiki kapal yang juga berisi seorang putra mahkota bersama pengawalnya. Entah karena apa penyebabnya, putra mahkota tersebut serta orang Bali yang menyertainya tiba-tiba mengamuk sehingga banyak orang yang terluka (Mulyono, 1984: 41).

Pertempuran tidak dapat dielakkan lagi, Joko Tole yang telah lanjut usia dan dikenal telah memimpin rakyatnya dengan baik, terluka oleh tombak musuh. Para prajurit membawanya keluar dari peperangan yang berkecamuk. Ia dilarikan ke Desa Lapataman menuju Banasare. Akhirnya ia meninggal dunia pada 1460. Seluruh rakyatnya berkabung. Jenazah Joko Tole/Raden Arya Kuda Panoleh/Pangeran Saccadiningrat II dimakamkan di Desa Lanjhuk (Tim, 2000: 19). Tempat meninggalnya Joko Tole berada di antara/perbatasan Lanjhuk dan Sa-Assa yang kemudian disebut Desa Batang-Batang. Perang yang menewaskan Joko Tole dipercaya akibat dendam keturunan raja dari Blambangan yang dibunuh oleh Joko Tole. Keturunan Menak Jayengpati banyak mengungsikan diri ke Bali. Di Bali mereka mendapat kedudukan yang baik dan dapat menguasai Bali (Rien, 1966: 46). Untuk masa selanjutnya penyerangan Bali atas Sumenep masih terjadi. Alasannya ialah karena meskipun Joko Tole telah tewas akibat serangan ini, Sumenep tidak berhasil dikuasai oleh pasukan Bali.

__________________________________________

Disalin dan diangkat dari buku “Sejarah Tanah-Orang Madura”,  Masa Awal Kedatangan Islam Hingga Invasi Mataram; penulis: Arafah Pramasto Sastrosubroto, S.Pd & Sapta Anugrah Ginting, S.Pd, penerbit Leotikaprio 2018, hal. 57-77

Pages: 1 2 3 4

Dibawah layak dibaca

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Marlena
Lilik Soebari
Babad Madura Line
    • Menelisik Cikal-Bakal Lahirnya Ulama Sumenep
      In Peristiwa Madura
    • Sejarah Pembentukan Negara Madura
      In Sejarah Madura
    • Toron Tana, Tradisi Ritual Bayi Usia 7 Bulan
      In Tradisi Madura
    • Cerita Rakyat Desa Socah Bangkalan
      In Legenda Madura

  • ▶ ᴅᴇɴɢᴀʀᴋᴀɴ

    https://www.maduraexpose.com/wp-content/uploads/2010/lm/lagu_madura.mp3
  • Diminati

    • Sejarah Buju’ Batu Ampar Pamekasan
    • Asal Usul Leluhur Orang Madura
    • Tradisi Meminang Bagi Orang Madura
    • Inilah Silsilah Asta Sindir dan Para Adipasi Sumenep
    • Makna Sekep dan Nilai Pusaka Madura

ALBUM LAGU MADURA

 

© All Rights Reserved. Lontar Madura
Free Wordpress Themes by Highervisibility.com

Close