Oleh S Yoga
Madura selain terkenal sebagai pulau garam dan tembakau ternyata menyimpan banyak potensi, di antaranya dunia kepenyairan, sastrawan. Ini bisa kita lihat dari beberapa nama yang sudah malang melintang di dunia kepenyairan, sebut saja D Zawami Imron, Abdul Hadi WM, yang lebih muda lagi Jamal D Rahman, Ahmad Nurulah, Syaf Anton WR dan Hidayat Raharja.
Sedang yang masih setia tinggal di kampung halamanya selain D Zamawi Imron, yang terus berbaur dengan msyarakat dan keromantisan desa pesisir, ada Syaf Anton dan Hidayat Raharja. Yang lain meski tinggal di Jakarta tapi masih terikat dengan kampung dan adat, bila sewaktu-waktu ada acara keluarga maka mereka berdatangan ke kampung halamannya, sehingga karya-karya merekapun masih ketara nafas Maduranya, karena ikatan batin itu susah untuk dihilangkan.
Kita lihat karya-karya Abdul Hadi WM dengan nafas kesufiannya, Jamal D Rahman dengan kesunyian dan kesufian yang lebih muram meski dengan nafas baru dan Amhad Nurulah yang gelisah akan tradisi dan kenangan lampau yang akan tergilas modernisme. D Zamawi Imron masih setia dengan roh keagamaan yang dipadu dengan keromantisan pedesaan dan pesisiran, seperti puisi Ibu yang terkenal itu.
Dewasa ini di Madura bermunculan penyair muda, sehingga majalah sastra Horison pun, yang di pimpin oleh Jamal D Rahman, sampai memberikan edisi khusus kepada penyair-penyair muda Madura, baik yang masih tinggal di Madura atau merantau ke kota besar. Ada juga penyair muda lain yang cukup aktif menulis di media masa.
Penyair-penyair muda di Madura saat ini nampaknya memandang kemaduraan mereka dengan lebih rileks dan tak terbebani identitas lokal yang artifisial. Sebut saja nama-nama M Faizi, M Fauzi, R Timur Budi Raja, Muchlis Zya Aufa, Moh Hamzah Arza, Bernando J Sujibto, Hamidin, Mahwi Air Tawar, Sofyan RH Zaid, Ali Ibnu Anwar, M Zamiel El-Muttaqien, Ahmad Muchlish Amrin, Edu Badrus Shaaleh, Ibu Hajar (pengasuh rubrik Sastra Udara di Radio Nada). Abdul Hadi (masuk 15 puisi terbaik lomba cipta puisi Direktorat Kesenian Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan puisinya yang berjudul “Madura XX”) dan satu-satunya penyair perempuan Jumairiyah Mawardy.