Buku “Embi’ Celleng”; Langgam Baru Bahasa Madura

Peserta bedah buku

Dengan mengangkat persoalan-persoalan sederhana, tidak berarti cerpen-cerpen Toyu kehilangan daya tarik. Sejumlah cerpen merupakan satir terhadap persoalan kontemporer Madura. Cerpen ”Kampanye”, misalnya, secara eksplisit menyindir kiai yang terlibat di arena politik. Dengan etos feminis posmo, cerpen ini juga menantang tabu dengan menghadirkan karakter nyai (istri kiai) yang mengekspos pesona seksual dan kekuasaan yang dimiliki.

”Koceng Celleng” dan ”Ngenom Pello Koneng” tidak hanya mengisahkan perut-perut yang lapar. Lebih dari itu, kedua cerpen tersebut adalah narasi tentang ketimpangan sosial. Berkebalikan dengan ”Black Cat” Edgar Alan Poe yang memfigurasi insting thanatos melalui metafora kucing hitam, cerpen ”Koceng Celleng” Toyu merepresentasikan eros. Cerpen ini seperti ingin berkata bahwa batas antara hasrat hidup dengan desakan kematian setipis kulit ari.

Lahirnya Embi’ Celleng Ji Monentar perlu dirayakan tidak hanya karena telah lahir buku prosa di antara timbunan antologi puisi yang ditulis penulis-penulis Madura, tetapi juga lantaran Toyu sudah menuliskannya dalam bahasa ibu. Mendokumentasikan bahasa lokal dalam genre sastra modern bukan perkara yang mudah. Terlepas dari beberapa kekurangannya, upaya Toyu merawat bahasa Madura melalui Embi’ Celleng Ji Monentar patut ditakzimi. (*)

  Penulis mengajar sastra Indonesia di Universitas Madura.

Jawa Pos Radar Madura, Minggu, 05 Februari 2017 22

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.