Keberadaan rumah di Sumenep Madura, pada awalnya, umumnya berupa rumah tabing yang terbuat dari anyaman bambu dengan rangkain kasat atau bidhik (gedek) yakni anyaman bambu dengan rangkain halus, beratap danrumbhìya yaitu rangkaian dari daun nipa, daun kalaré , yakni janur kering dan tangkai/batang pagi dhârâméyan(jerami).
Sedangkan pilar atau tiang ruamh terbuat dan perréng bettong (batang bambu mempunyai dengan ruas tebal) termasuk semua rangka atap, usuk, ring dan bingkai píntu (kusen). Sedangkan waktu mogher (menebang) bambu diupayakan dengan waktutertentu agar tidak disinggahi oleh rayap, miSa
salnya pada han Rabu pongkasan (terakhirpada bulan tertentu). Lantainya terbuat dari tanah liat yang dikeraskan, dengan ukuran standart 5 X 6 meter. Komposisi ruang berbentuk bangsal dengan satu ruang tidurdan satu serambi.
Umumnya dengan model atap seperti limas dengan pakai gewel kanan kiri. Rangka paling atas tertahan bambu menyilang seperti bentuk gunting menganga keatas, sedangkandibawah gewel dipasang atap gantung yang menghubungkan atap depan dengan atapbelakang, yang berbentuk seperti sosoran, atau seperti pék-ampék, (pejepit) hanya dibawah tidak diberi skat pembatas.
Rumah adat Sumenep bisa dimaknai sebagai wujud komunikasí dan akulturasi budaya Madura, Cina dan Belanda, yang kemudian disebut rumah tipe trompesan yaìtu rumah yang atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe srotonganyang diberi cukit atau teritis dikedua sisinya. Tipe rumah tersebut dulu memang banyak terdapat di Pulau Madura, dansekarang masih ada di Madura bagian barat seperti di Sampang dan Bangkalan. Model rumah ini juga terdapat di daerah Situbondo dan Bondowoso.
Arsitektur tradislonal yang melandasi rumah dan bangunan masyarakat Sumenep, merupakan heritage (peninggalan warisan budaya leluhur) dan masa lalu., baik bentuk, susunan atap, ornamen, bahan dinding dan kerangka rumah yang disesuaikan dengan iklim di pulau Madura yang cenderung panas. Dan pada umumnyarumah tradisional masyarakat Sumenep selalu menghadap ke arah selatan, karena konon nenek moyang dulu datang dari utara (Hindia belakang). Pada waktu itu penduduk wilayah pesisir selalu diserang oleh masyarakat pedalaman dan pegunungan yang lebih maju kehidupan budayanya dan kemudian meraka merantau dengan mengarungi laut menuju ke arah selatan dan berpencar di seluruhkepulauan Nusantara termasuk pulau Madura.
Dengan demikian mereka dalam membangun rumah selalu menghadap ke arah yang dituju dan membelakangi arah yang mereka datangi, karena menurutnya wilayah utara merupakan daerah ancaman yang harus dilupakan oleh para keturunannya
Hal ini merupakan suatu bukti antropologhi bahwa nenek moyang mereka berasal dari utara (Hindia belakang) dan Iari menuju ke arah selatan. “Selatan” bagi mereka merupakan suatu harapan masa depan yang lebih baik (Rifa’ie; 1993). Dan pihak lain, ada yang menganalisa bahwa arah selatan merupakan tempat Nyai Roro Kidul, yakni bersemayamnya tokoh legendaris yang cukup populer di Tanah Jawa, yang mempunyai keraton di laut selatan, sehingga mereka mengharap agar selalu mengingat Sang Penguasa Laut Selatan agar selalu mendapatkan berkah dalam menjalani kehidu pan akan Iebih sempuma (Wiryoprawiro; 1986).
Tapi mitology tersebut sepertinya tidak berlaku bagi orang Madura, karena orang Madura mempunyai keyakinan sendiri bahwa cikal bakal mereka datang dari arah selatan yakni Bendoro Gung dan Raden Segoro. (Tadjul Arifin R/Syaf Anton )
Tulisan tersambung:
- Arsitektur Tradisional Rumah Masyarakat Sumenep
- Kisah Bendoro Gung dan Reden Segoro
- Asas-asas yang Dipegang Orang Madura