Aspek Transendensi dan Imanensi Dalam Tradisi Carok

Ainur Rahman Hidayat

Ilustrasi

Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa tradisi carok mengandung aspek individualitas (kehormatan dan kebanggaan pribadi) dan aspek sosialitas (keselamatan dan kehormatan keluarga). Jadi jelaslah bahwa dalam tradisi carok ditemukan aspek transendensi dan imanensi. Keluarga sebagai amanah dari Yang Maha Kuasa untuk dipelihara, dimanifestasikan oleh masyarakat Madura dalam bentuk memberikan perlindungan dan kehormatan, berupa tradisi carok. Jadi keluarga dalam hal ini dipandang sebagai kenyataan yang bersifat spiritual, sedangkan diri-pribadi dipandang dalam arti dunia infrahuman, yaitu hubungan antar sesama (diri-pribadi dengan keluarga).

Dalam konteks yang lain, aspek transendensi ditemukan pada adanya suatu kepercayaan masyarakat Madura bahwa arwah orang yang mati karena carok pasti akan menjadi jrangkong atau din-dadin (jadi-jadian), yang selalu berkeliaran di malam hari dan mengganggu para tetangganya, selama 40 hari sejak penguburannya. Munculnya jrangkong atau din-dadin ini diindikasikan sebagai pertanda bahwa almarhum tidak diterima oleh Tuhan atau orang Madura menyebutnya sebagai ta’ esapora.

Setelah para tetangga ramai membicarakan tentang munculnya jrangkong atau din-dadin, keluarganya segera mengadakan selamatan (membaca doa-doa di rumah), kemudian menuju ke kuburan meletakkan segenggam bu’u (tepung jagung, jumlahnya lebih banyak lebih baik) di atas pusara almarhum sambil mengucapkan kata-kata, “Janganlah engkau berkeliaran, lebih baik menghitung bu’u ini sampai habis”. Biasanya setelah itu jrangkong atau din-dadin tidak muncul. Tetapi bila masih juga tetap berkeliaran, keluarganya mengadakan selamatan lagi dan biasanya pula setelah itu jrangkong atau din-dadin tidak muncul untuk selamanya.

Ada kalanya jrangkong atau din-dadin arwah pelaku carok terus muncul hingga melebihi jangka waktu 40 hari. Pada saat itu, jrangkong atau din-dadin yang semula hanya berupa suara-suara atau bayangan berubah menjadi baung (sejenis jadi-jadian berbentuk binatang sebesar kambing, berbulu hitam dengan mata seolah-olah bersinar dan menyorot tajam). Bila hal ini terjadi, selaindimaknai bahwa almarhum sangat menderita di alam baka juga diyakini karena arwahnya tidak diterima oleh Tuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.