Aspek Transendensi dan Imanensi Dalam Tradisi Carok

Sedangkan aspek imanensinya terpatri pada suatu keyakinan bahwa bagi arwah pelaku carok, bukan hanya karena ta’ esapora tetapi oleh orang Madura dimaknai sebagai pertanda ketidak ikhlasan almarhum menerima kematian. Semua ini dianggap sebagai pertanda atau isyarat dari almarhum bahwa kematiannya harus ditebus, dalam arti mengharapkan adanya carok balasan.

Dengan demikian, bagi orang Madura kematian tidak dipandang sebagai suatu fenomena alamiah, yang menyebabkan terputusnya interaksi manusia dengan dunia kehidupan. Interaksi tersebut tetap berlangsung melalui sikap dan perilaku atau tradisi tentang kematian, yang diatur oleh proses sosial-budaya yang berlaku (Latief Wiyata, 2002: 210-211). Jadi dalam tradisi carok ada keseimbangan antara dua aspek tersebut.

Sikap pembenaran terhadap tradisi carok oleh masyarakat Madura tercermin dalam sikap positif terhadap pelaku carok. Kunjungan terhadap pelaku carok selama menjalani hukuman penjara selain dilakukan oleh sanak kerabat secara rutin (biasanya sekali atau dua kali seminggu sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan), juga dilakukan oleh para tetangga dan semua teman-teman dekat terpidana.

Hal ini tidak akan terjadi jika terpidana dihukum penjara karena kasus pencurian. Jika seseorang dipidana hukuman penjara karena kasus ini, maka jangankan tetangga atau teman-teman dekat yang akan menjenguknya, anggota keluarganya sendiri bisa dipastikan tidak akan melakukan hal itu (Latief Wiyata, 2002: 225).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.