Warisan Zaman: Kutorenon hingga Makam Raden Kanduruan

Arafah Pramasto Sastrosubroto, S.Pd & Sapta Anugrah Ginting, S.Pd

a. Situs Biting Kutorenon Lumajang

Secara administratif Situs Biting terletak di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur. Mayoritas penduduk Lumajang didominasi etnis Madura. Kata Biting sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti ‘benteng’, atau tembok untuk pertahanan bagi kota raja. Selayaknya sebuah benteng kota, situs Biting meliputi areal yang terdiri atas pemukiman, pusat pemerintahan kerajaan, persawahan, dan lain sebagainya. Keberadaannya sebagai kota kuno diperkuat dengan temuan arkeologi berupa fondasi bangunan, juga yang diperkirakan bekas keraton.

Menyangkut hasil penelitian arkeologi di lokasi situs Biting, selain tembok bata juga ditemukan artefak lainnya baik berupa pecahan tembikar, keramik, mata uang, alat logam, ataupun batu-batu bulat. Pecahan-pecahan tembikar setelah dianalisis menunjukkan berbagai bentuk wadah, seperti periuk, buyung (klenthing), kendi, mangkuk, cawan, piring, pengaron, dan kowi. Analisis terhadap temuan pecahan keramik menunjukkan bentuk asal berupa mangkuk, buli-buli, cepuk, cangkir, piring, dan guci (Batubara, 2013: 34).3

b. Komunitas Manduro

Di Kabupaten Jombang terdapat komunitas yang disebut dengan Oreng Manduro yang tinggal di Desa Manduro. Desa Manduro merupakan salah satu desa dari 305 desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Jombang yang memiliki keunikan khusus. Keunikan itu terlihat dari aspek budayanya yang mayoritas penduduknya beretnis Madura. Mayoritas warga Desa Manduro beragama Islam. Namun, keseharian masyarakatnya kental sekali akan nuansa budaya Kaum Abangan. Kesan Abangan semakin tampak karena hampir di setiap rumah memiliki anjing sebagai hewan peliharaan (Tim, 2016:3).

Komunitas Oreng Manduro merupakan komunitas yang kesehariannya berbahasa Madura dan Jawa. Komunitas Oreng Manduro hidup secara berkelompok dalam empat dusun dalam satu desa, yaitu Desa Manduro. Masyarakat Jombang dominan yang tidak tahu, apakah Orang Manduro adalah asli dari keturunan masyarakat yang berasal dari Pulau Madura atau tidak. Masyarakat beranggapan bahwa mereka adalah penduduk lokal yang lahir di sana dan kebanyakan dari komunitas Oreng Manduro juga tidak mau dikatakan sebagai keturunan etnis yang berasal dari Pulau Madura. Pada umumnya, mereka mengaku etnis Jawa dan lebih senang disebut atau disapa sebagai “Oreng Manduro”.

Oreng Manduro. di dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Madura dan bukan Bahasa Jawa, tetapi mereka juga fasih berbahasa Jawa. Oreng Madura menggunakan bahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan masyarakat luar desa, yang pada umumnya masyarakat beretnis Jawa (Permadi, 2013: 233).

c. Makam Bangsacara dan Ragapadmi

Kisah Bangsacara dan Ragapadmi diyakini memiliki peninggalan yang kemudian menjadi objek wisata budaya di Kabupaten Sampang. Objek wisata ini berada di kepulauan tepatnya di Pulau Mandangin, untuk sampai di tempat wisata tersebut harus melalui Pelabuhan Tanglok dengan menggunakan perahu motor dan memerlukan waktu untuk perjalanan kurang lebih 45 menit. Dari cerita bahwa makam ini merupakan makam dari Bangsacara (Hulubalang) kerajaan dari Raja Bidarba yang dibunuh karena istrinya (Ragapatmi) ingin diperistri, tetapi melihat kenyataan tersebut Ragapatmi bunuh diri di tempat yang sama termasuk anjing peliharaannya (Nurhayati, 2010: 187).

d. Makam Raden Kanduruan

Karang Sabu sebagai pusat pemerintahan Raden Kanduruan kini diabadikan menjadi sebuah pemakaman bernama Asta Karang Sabu. Kabupaten Sumenep adalah kabupaten pariwisata dan sejarah. Berdasarkan jenisnya, pariwisata juga meliputi jenis wisata pilgrim (ziarah), yakni jenis wisata yang sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat, dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat.

Wisata pilgrim ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu dan kekuatan batin. Wisata ini banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat (Yustijanto, dkk., 2013: 18).

Maka dari itu, Asta Karang Sabu merupakan salah satu wisata religi dan ziarah (Abidin & Khalifah, 2015: 15). Raden Kanduruan yang bergelar Raden Tumenggung Notokusumo Negoro Raden kelak menurunkan adipati/ bupati di Sumenep hingga 15 keturunan dari garis laki laki. Secara signifikan Raden Kanduruan dihormati atas peran besar bagi perpolitikan Sumenep masa selanjutnya.

__________________________________________

Disalin dan diangkat dari buku “Sejarah Tanah-Orang Madura”,  Masa Awal Kedatangan Islam Hingga Invasi Mataram; penulis: Arafah Pramasto Sastrosubroto, S.Pd & Sapta Anugrah Ginting, S.Pd, penerbit Leotikaprio 2018, hal. 83-86

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.