Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • * Merawat Madura
    • Sejarah Madura
    • Budaya Madura
  • Lokalitas
    • Tradisi Madura
    • Sastra Madura
  • Ragam
    • Wisata Madura
    • Tokoh Madura
    • Peristiwa Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Penginapan di Madura
    • Jarak Kota Jawa Timur
    • Jarak Jawa-Bali
    • Dukung Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Privacy Policy
    • Disclaimers for Lontar Madura
    • Daftar Isi
    • Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Dengarkan, Lagu-Lagu Madura
    • Marlena
    • Mutiara yang Terserak
  • Unduhan
    • Tembhang Macapat
    • Materi Bahasa Madura
    • Madurese Folktales
  • Telusur
    • Peta Lokasi Lontar Madura
    • Penelusuran Praktis
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Babad Madura

Tradisi Toron, dan Pandemi Virus Corona

▲ Menuju 🏛 Home ► Tradisi Madura ► Tradisi Toron, dan Pandemi Virus Corona

Ditayangkan: 03-05-2020 | dibaca : 430 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Jembatan Suramadu sebagai lintas utama ke Madura akan sepi

Sejatinya, toron bukan sekedar mudik atau pulang kampung warga Madura perantauan saat lebaran Idul Fitri. Dan toron sendiri telah menjadi ritual tahuan yang dilakukan oleh para pendahulu mereka. Sehingga tak pelak bila saat-saat sepertiitu, Madura menjadi ramai dengan kehadiran para pendatang dari tanah rantau, mulai dari pelodok desa sampai kota. Dan disitulah mereka menunjukkan jadi dirinya dengan sejumlah kisah, bahwa perjuangannya selama di tanah rantau telah dibuktikan dengan hasil yang dicapainya.

Di jalan-jalan banyak bersliweran berbagai aktivas warga dari tanah rantau, dengan segala bentuk aktributnya, yang diharapkan menjadi decak kagum bagi saudara, kerabat maupun para sahabat. Hal ini tentu sangat wajar, kebanggaan ini merupakan media pembuktian diri, bahwa selama berjuang di tanah seberang telah banyak dilakukan dan dihasilkan.

Namun pada toron lebaran tahun 1441 H/2020 M ini, tidak lagi dapat dilakukan dan dinikmati seutuhnya, lantaran kebijakan pelarangan Pemerintah untuk mudik menjadi hambatan karena merebaknya kasus virus conona.

Hal ini tentu cukup menggelisahkan bagi warga Madura. Tardisi tahunan ini dirasa cukup hambar tanpa adanya ritual yang telah dibangun para pendahulunya sebagai aset kekembalian diri terhadap haribaan orang tua dan sanak keluarga. Toron tidak lagi menjadi peristiwa sakral karena batasan komunikasi  terhalang oleh lintas waktu yang mereka nanti setiap tahunnya.

Mengapa toron menjadi “wajib”? ada alasan yang melatar belakangi bahwa tradisi toron tidak sekedar mudik atau pulang kampung, tapi lebih dari itu sebagaimana banyak dicontohnya para pendahulu orang Madura, bahwa hidup tidak sebatas di wilayah mereka dilahirkan, tapi dimana mereka berpijak, disitulah terhadap sumber kehidupan. Makanya untuk bertahan hidup harus diperjuangkan.

Dalam pegangan hidup orang Madura disebut; Sapa atanè bhâkal atana’. Sapa adhâghang bhâkal adhâghing (Siapa rajin bertani akan menanak nasi, Siapa berdagang akan berdaging (tubuhnya padat dan sehat). Jadi untuk bisa makan harus rajin berusaha dan bekerja. Kalau perlu dengan alako berrâ’ apello konèng, (bekerja keras berkeringat kuning).

Etos kerja orang Madura yang dinilai cukup besar dan kuat, umumnya menenun hasil yang cukup kuat pula, khususnya dalam mengemban tanggung segi jadi diri maupun ekonomi. Maka tak heran bila warga Madura rantau selalu menyisihkan hasil rezekinya dan dikumpulkan dan nanti mnjadi yang menjadi bekal untuk toron.

“song-osong lumbhung” atau sifat gorong, senasib sepenanggungan menjadi tolak ukur dalam menyatukan diri bagi sesama warga Madura lainnya. Hal ini dibuktikan bahwa setelah mereka hijrah ke rantau, dapat dipastikan akan menjadi mengajak kerabat yang lain, untuk bersama-sama mengadu nasib di tanah rantau.

Akhirnya tidak dapat dipungkiri, di kemudian hari mereka membangun komunitas sendiri dan tidak sedikit di sejumlah wilayah terdapat “kampung Madura”. Sifat memaksakan diri dan mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya, orang-orang Madura rantau mampu berbaur dengan etnis lainnya.

Yang menarik, meski mereka bermukim di tanah rantau, namun tetap bertahan dengan nilai-nilai kemaduraannya, cara hidup, tradisi maupun dalam mengembangkan ekonominya. Akhirnya, dari sikap maduranya itu, sangat mudah dikenali oleh orang-orang sekitar; cara berbicara, berkomunikasi dan bersikap. Itulah kenyataan, bahwa – setidaknya setahun sekali – mereka berharap bila kembali ke haribaan keluargnya di tanah asal, yakni Madura.




Namun kenyataan menjadi lain, ketika merebaknya sebaran virus corono – Covid 19 – meraka harus mengalah untuk bertahan di tanah rantau, meski tidak sedikit yang memaksakan diri pulang mudik, meski dengan berbagai resiko yang dihadapinya.

Dari “kasus”  ini ada pihak yang menghawatirkan, dari ketidak-toron-an warga Madura rantau, akan berimbas pada nilai toron itu sendiri. Namun pada sisi yang lain, bahwa mudik atau toron bagi Madura, tidak hanya dilakukan saat lebaran Idul Fitri, masih ada waktu yang lain, yakni Hari Raya Idul Adha dan saat peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. (Syaf Anton Wr/Lontar Madura)

Dibawah layak dibaca

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Madura Aktual
Lilik Soebari
Babad Madura Line
  • ▶ ᴅᴇɴɢᴀʀᴋᴀɴ

    https://www.maduraexpose.com/wp-content/uploads/2010/lm/lagu_madura.mp3
  • ᴘᴏsᴛɪɴɢ ᴘɪʟɪʜᴀɴ

    • Tradisi Macapatan di Jawa dan Madura
      📚 Tradisi Madura
    • Lanun, Kangean, dan Integrasi Kawasan
      📚 Budaya Madura
    • Proses Akulturasi Budaya di Madura
      📚 Budaya Madura
    • Konflik yang Mengakibatkan Keruntuhan Kerajaan Sumenep
      📚 Sejarah Madura
    • Nilai Filosofis Kompleks Keraton Sumenep
      📚 Budaya Madura

ALBUM LAGU MADURA

 
http://bahasa.madura.web.id/utama.php

Beralih Versi Mobile


© All Rights Reserved. Lontar Madura
Tim Pengelola | Privacy Policy | Disclaimers

Close