Rato Èbhu adalah seorang wanita yang bernama Sarifah Ambani. Wanita keturunan dari Sunan Giri ini adalah seorang istri yang sangat taat, patuh dan sangat mencintai suaminya, Raja Cakraningrat. Raja Cakraningrat adalah seorang raja yang sangat dihormati dan diagungkan oleh masyarakat Madura pada saat itu. Raja Cakraningrat memimpin Madura pada tahun 1624 atas perintah Sultan Agung dari Mataram.
Tokoh Madura
Sebagai bentuk apresiasi para tokoh dan pejuangan dari Madura, yang banyak memberikan konstribusi terhadap perkembangan di Madura
Toan Karaeng, Sosok Tokoh Legendaris Masalembu
Pernah suatu saat Belanda meluncurkan serangan melalui meriam yang ditujukan pada masjid dan kediaman Toan Karaeng. Namun anehnya, atas izin Allah SWT, menurut Cici, bom-bom yang dimuntahkan penjajah itu tidak meledak, malah meleleh.
“Bom-bom itu tiba-tiba berubah cair seperti air saat menyentuh bangunan masjid milik Toan,”kata ibu 2 anak perempuan ini.
R. A. Mangkuadiningrat, Tokoh Pejuang Keluarga Bangsawan
Nama Mayor Raden Ario Mangkuadiningrat bagi kalangan masyarakat Madura, khususnya Sumenep cukup dikenal dan populer dipanggil, Ja Mangko. Ja Mangko merupakan salah satu tokoh yang banyak berperan dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan RI yang waktu itu masih berupa “bayi” kemerdekaan.
Kiyai Baghdi Pernah Bertapa Diatas Ilalang
Kiyai Baghdi adalah sosok ulama yang menjauhkan diri dari keramaian dan kehidupan duniawi lainnya. Bahkan dalam cerita tutur, beliau bertapa di atas ilalang di tempat yang saat ini menjadi lokasi makamnya.
Abd. Sukur Notoasmoro, Menoreh dan Menjaga Tradisi Lisan Madura
Semasa hidupnya Pak Sukur banyak menorehkan peran dalam menjaga tradisi lisan Madura ini, yang waktu itu sudah menjadi serpihan-serpihan kecil akibat perubahan jaman dan pengaruh budaya asing. Bersama tokoh-tokoh lainnya Pak Sukur memprakarsai pelaksanaan Sarasehan Bahasa Madura tahun 1973, yang kemudian melahirkan rumusan resmi Bahasa Madura.
Abd. Sukur Notoasmoro, Pelestari dan Praktisi Bahasa Madura
Abd. Sukur Notoasmoro atau adalah tokoh yang hidup di era lima jaman merupakan tokoh terutama di antara tokoh-tokoh utama lainnya di era hampir terpuruknya bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Madura Timur atau Sumenep. Ia banyak memberi sumbangan terhadap pelestarian bahasa Madura
Daeng Karaeng, dari Makasar Membabat Giliyang
Daeng Karaeng Mushalleh datang ke Giliyang dalam dua tahapan tahap yang pertama dalam rangka observasi sedangkan untuk tahap yang kedua, bertujuan untuk berdomesili bersama kelurganya
Amiruddin Tjitraprawira, Ciptaan Lagunya tetap Abadi
Sejumlah lagu hasil ciptaan R. Amiruddin Tjitraprawira, banyak beredar seperti lagu; Pangèran Trunodjojo, Madhurâ O Madhurâ, Asta Aermata, Kerrabhân Sape, Djoko Tole, Tera’ Bulân, È Pasèsèr, Kè’ Lèsap, Kembhângnga Naghârâ, Tondu’ Majâng, Aèng Tantja’ Torowan, Orèng Matrol dan lainnya
Tumenggung Anggadipa Pembangun Masjid Laju
Sebagai Bupati Sumenep, Tumenggung Anggadipa dikenal sebagai pemimpin yang amar dan dekat hati rakyat. Meski tidak berasal keturunan bangsawan Sumenep namun kepemimpinannya telah menumbuhkan nasa cinta rakyat yang dipimpinnya.