Sulitnya Mengubah Citra Madura

A. Latief Wiyata

Apa yang menarik wartawan di lingkungan Istana dari Prof Dr Mohammad Mahfud Mahmudin, Menteri Pertahanan RI? Bukan karena keahliannya di bidang hukum tata negara atau minimnya pengetahuan dan pengalaman kemiliteran, tetapi setiap kali bicara, logat Madura Mahfud masih kental, sehingga sering teman-teman menirukan omongannya.

Padahal, pejabat negara yang berbicara dalam logat daerah asalnya tidak hanya Mahfud. Jenderal Feisal Tanjung, misalnya, masih kental dengan logat bataknya, atau Yogi S Memet yang kental dengan sundanya. Feisal dan Yogi memang jadi perbincangan, tetapi jarang yang mengaitkan mereka dengan keterbelakangan atau kesan lainnya.

Berbeda dengan Mahfud. Banyak orang menganggap cara bicara Mahfud mirip dengan logat Mbok Bariah atau pelawak Srimulat, Kadir, yang di panggung teater nasional hanya bisa berperan sebagai pembantu atau masyarakat kelas bawah lainnya. Tentu, ini hanya anggapan orang luar belaka, karena mereka hanya kenal dengan komunitas Madura yang banyak terdapat di Jakarta atau kota-kota besar lain.

Dan, penampilan Mahfud memang berbeda dengan mantan KSAD Jenderal Hartono, mantan Menteri Perdagangan Rachmat Saleh, atau mantan Mendikbud Wardiman Djojonegoro. Mereka berasal dari kelas menengah atas kota atau tepatnya dari lingkungan keraton di daerah masing-masing.

“Tetapi, mengapa orang hanya meledek Mahfud? Justru saya bangga punya pejabat negara yang mengakui asal daerahnya. Toh Gus Dur pun sering melontarkan guyonan dalam bahasa Jawa. Apa bedanya?” ujar Latief Wiyata, dosen sosiologi dan antropologi Universitas Jember.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.