Sejarah Buju’ Batu Ampar Pamekasan

Singkat cerita Abdul Manan dibawa ke rumahnya, dan menikah dengan putri sulung yang menderita penyakit kulit. Aneh, pada hari ke-41 pernikahan mereka, si sulung sembuh dari penyakitnya. Bahkan kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita, hingga kecantikannya tersiar kemana-mana.

Dari pernikahan ini, beliau dikarunia dua orang putra; pertama bernama Taqihul Muqadam, dan yang kedua adalah Basyaniah. Setelah bertahun-tahun berdakwah, beliau wafat dan dimakamkan di Batu Ampar dan terkenal dengan julukan Bujuk Kosambi.

Silsilah Auliya' Batu Ampar
Silsilah Auliya’ Batu Ampar

Basyaniyah (kemudian disebut: Bujuk Tompeng) putra kedua Abdul Manan, mempunyai kesamaan sikap dengan ayahandanya. Beliau senang bertapa dan menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat. Dalam bertapa, Basyaniyah memilih tempat disebuah bukit yang terkenal dengan nama Gunung Tompeng. Bukit ini terletak kurang lebih 500 meter arah barat daya Batu Ampar. Bujuk Tompeng wafat meninggalkan seorang putra yang bernama Su’adi, dan dimakamkan di dekat makam ayahadanya.

Su’adi yang terkenal dengan sebutan Syekh Abu Syamsudin dan mendapat julukan Bujuk Latthong putra tunggal Bujuk Tompeng, tidak berbeda dengan perjalanan hidup ayah dan kakeknya. Dia senang bertapa, menyendiri dan berpindah-pindah tempat. Salah satu tempat pertapaan beliau adalah disebuah hutan di dekat kampung Aeng Nyono’, yaitu sebuah bukit yang terletak di kampung Aeng Nyono’ yang menjadi tempat pertapaan Syekh Syamsudin, hingga saat ini dapat dilihat kejadian alam yang aneh berupa sumber air yang mengalir ke atas bukit pertapaan. Konon Syekh Syamsudin pernah menancapkan tongkatnya ke tanah sampai akhirnya keluar air deras dan mengalir ke atas bukit, kemudian dipergunakan untuk berwudlu’. Atas kejadian inilah kampung tersebut diberi nama Aeng Nyono’. Aeng Nyono’ dalam bahasa Madura berarti air yang mengalir ke atas.

Asal usul Buju’ Latthong yang disandangkan kepada beliau, ialah karena karomah beliau berupa keluarnya sinar (cahaya) dari dada beliau. Apabila sinar itu dilihat oleh orang yang berdosa dan belum bertaubat, maka orang tersebut akan pingsan atau tewas. Untuk menutupi karomah itu, beliau menutupi dadanya dengan latthong (calatthong (kotoran sapi)

Responses (7)

  1. Mohon maaf mau tanya, kenapa Keturunan yang perempuan dari syekh Basaniyah tidak ditulis di silsilah di atas

  2. Sebenarnya saya tergelitik untuk lebih tau…
    Tapi melihat artikel di atas, kok banyak sekali perbedaan atara siapa Bliyau nya dan orang tua Bliyau….
    Saya tak mengaku ngaku saiapanya Bliyau
    Tpi keterangan yg saya dapatkan dri ortu Saya dan juga sumber lain berikut keterangan Guru saya, sama sekali tak sama dengan tulisan artikel di atas ??

  3. silsilah itu sangat rancu sekali kalo belom bertanya pada keturunan dan keluarganya ataupun juga cicitnya…. sebenarnya saya hanya meluruskan dari informasi blog yang anda buat itu kurang benar….. itupun ada yang salah dari silsilahnya saja sudah ngawur…. untuk keturunannya itu semua dan cucu serta cicit nya berada dibanyuwangi tidak ada yg berada dimadura…..

    1. Tulisan ini berdasarkan sumber (link) yang ada. Lebih baik bila ada pihak yang meluruskannya.Kerap terjadi penyusunan silsilah berdasarkan “dhedebun dari bangaseppoh terdekat”, sehingga muncul ambigu, karena masalah (buju’ bato ampar) ini belum dilakukan penelitian secara menyeluruh yang bisa dipertanggung jawabkan secara akademis. Terimakasih atensi anda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.