Oleh: Hidayat Raharja*
Ia dianggap sebagai pembangkang karena tidak tunduk terhadap raja Mataram yang tengah bekerja sama dengan kompeni. Pembangkangan yang mengakibatkan konsekuensi Trunojoyo dibunuh dengan cara keji. Pembunuhan yang dilandasi dendam kesumat, sehingga tidak ada lagi pengampunan meski menyatakan diri menyerah dan patuh pada Raja. Kematian tragis yang menimbulkan kecemasan, sebegitu angkaranya kekuasaan, sehingga harus membunuh bawahan yang dianggap membangkang. Darah itu memenuhi catatan sejarah yang diabadikan dalam kisah dan babad.
Di mata para pendukungnya Trunojoyo, adalah pahlawan yang membela rakyat kecil dari penindasan dan kekuasaan kompeni. Pembangkangan untuk melawan terhadap ke sewenangan. Pemimpin yang dirindukan sebagai sandaran dan berlindung dari kekuasaan yang bengis dan kejam. Di tengah tekanan kehidupan yang sulit dan berat Trunojoyo menempatkan sebagai sandaran untuk berlindung. Meski gagal mempertahankan sikapnya dan tunduk menyerahkan diri kepada Raja Mataram, dia tidak menyangka Raja yang merupakan kakak iparnya membunuh secara sadis sehingga menimbulkan geram bagi pendukungnya.
Di beberapa sumber seperti di tulisannya Sartono Kartodirjo dan Raffles “History of Java”. Trunojoyo setelah tertangkap oleh VOC di sekitar Gunung Kelud langsung diserahkan kepada Amangkurat II baru kemudian dihukum mati. Mungkin kalau ada sumber dari dua Buku itu lebih banyak penjelasannya Pak. Alasan VOC mau membantu Amangkurat II terkait perjanjian dari sejak ayahnya Amangkurat I yang memang dekat dengan VOC berbeda sama Kakeknya Sultan Agung yang selalu menentang VOC, yang kedua Trunojoyo juga dianggap ancaman bagi VOC karena pada saat pemberontakan dibantu oleh Karaeng Galesong (pengikut Sultan Hasanuddin) yang juga menentang VOC. (Argo Sasmito, guru sejarah Indonesia, wawancara 6/8/2021).
Menurut Argo Sasmito menjelaskan bahwa Trunojoyo dianggap sebagai ancaman oleh Amangkurat karena bekerja sama dengan Karaeng Galesong menentang VOC. Pemberontakan yang dilakukan Trunojoyo dibantu Karaeng Galesong, tentu sangat membahayakan bagi kekuasaan kompeni.
Moksa Trunojoyo
Kematian Trunojoyo menjadi perbincangan yang tidak pernah tuntas, sebab di lain sumber informasi, berbeda pula kisah kematiannya. Menurut versi pemerintah kolonial Pangeran Trunojoyo mati ditembak oleh tentara kompeni, sehingga mengakhiri hidupnya sedangkan menurut versi keraton Menurut H. Daiman (Ketua Lesbumi dan Ketua Madura Tempo Dulu (MTD) Sampang. Trunojoyo tidak takluk kepada Raja Mataram, tetapi dibujuk untuk menghadap Raja Mataram dan sebagai rasa hormat kepada junjungan Trunojoyo diminta untuk melepaskan semua senjata yang dibawanya. Trunojoyo tidak mempan saat tubuhnya ditikam tombak, tapi kemudian Trunojoyo menyerahkan kerisnya untuk ditikamkan ke tubuhnya. Konon, keris Trunojoyo yang digunakan untuk menikam tubuhnya hingga wafat. Setelah itu Trunojoyo moksa. Jasadnya hilang tanpa jejak. Mungkin versi cerita ini sulit diterima, karena tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Faktanya tidak ada data yang mendukung pernyataan ini.
Kisah kematian Trunojoyo akan tetap menjadi teka-teki dan yang akan selalu diingat adalah keberaniannya menolak berkongsi dengan kompeni. Keberpihakannya kepada rakyat kecil merupakan teladan yang patut digugu dan dikagumi. Kematian bukanlah akhir bagi seorang Trunojoyo, tetapi di saat kematiannya seluruh bakti dan pengorbanan dan keberpihakannya kepada kaum lemah dan tertindas terus hidup melampaui jamannya. Apakah dengan cara terbunuh atau karena dikelabui oleh penguasa Mataram, bukan merupakan persoalan yang utama, sebab apa yang dilakukan Trunojoyo tidak akan pernah dilupakan oleh bangsanya.
Kisah mengenai Trunojoyo di mata para pengagumnya merupakan sosok yang patut diteladani, sehingga tidak rela kalau dikatakan Pangeran Trunojoyo mati terbunuh. Para pengikut Trunojoyo sangat mengagumi sepak terjang Maka ketika beberapa seniman di Sampang; Samsul Arifin, Umar Fauzi Ballah dan kawan-kawan ingin mengulik dan mengarsipkan ingatan-ingatan organik mengenai Trunojoyo dalam ruang pendidikan dan seni sangat menarik dalam menjalankan pemerintahan yang berpihak kepada rakyat, membela keadilan dan kemanusiaan. Trunojoyo menjaga martabat bangsanya dengan tidak mau bekerja sama dengan kompeni, karena kebijakannya menyengsarakan rakyat.
Jika selama ini Trunojoyo dinyatakan moksa setelah peristiwa pembunuhan. Trunojoyo bukan hanya moksa secara fisik yang oleh beberapa pihak dinyatakan tubuhnya menghilang. Lebih jauh dari itu, hilangnya jasad fisik, tetapi telah mengabaikan fisiknya, namun budi dan baktinya terus menyala dan hidup sampai saat ini.
Moksa menurut KBBI mok·sa a Hin 1 tingkatan hidup lepas dari ikatan keduniawian; kelepasan; 2 bebas dari penjelmaan kembali. Moksa (Sanskerta: mokṣa) adalah sebuah konsep agama Hindu dan Buddha. Artinya ialah kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan (menurut wikipedia). Trunojoyo moksa, berarti Trunojoyo lepas dari ikatan keduniawian. Dunia dan berbagai perantinya bukan jadi tujuan dan harus ditinggalkan. Di tengah penderitaan rakyat Trunojoyo turut merasakan kepedihannya, sehingga baginya bersama dan membela rakyat lebih penting dari pada jabatan kekuasaan. Pilihan melawan terhadap kompeni dan raja Mataram adalah kesadaran dengan segala konsekuensi yang harus diterimanya.
Trunojoyo, meninggalkan segala fasilitas jabatan dan memilih bergerilya bersama pengikutnya untuk melawan penindasan. Tidak ada yang lebih keji dari pemerasan terhadap rakyat dengan kewajiban membayar upeti dan pajak hasil bumi yang menjerat kehidupan mereka. Sebuah pembelaan, penghargaan atas pemimpin yang telah membela hak-haknya sebagai rakyat yang harus diayomi. Keberpihakan yang dirasakan rakyat sehingga pemimpinnya tidak boleh dihinakan.
Sebuah pembelaan terhadap pemimpin yang telah banyak mengorbankan diri untuk kepentingan rakyat dan harus dihormati. Sebuah perlindungan terhadap pemimpin yang dicintainya tidak ada aib yang mengotorinya. Penghargaan terhadap pemimpin oleh rakyat yang mencintainya.
Tidak banyak bukti sejarah atau catatan sejarah yang mengarsipkan Trunojoyo sebagai pahlawan pembela terhadap rakyat yang tertindas. Dokumen dalam ingatan organik di benak masyarakat Madura berupa berbagai kisah lisan yang dituturkan selama turun-temurun. Beberapa kelompok pemerhati sejarah mengusulkan kepada Pemerintah untuk menjadikan dan menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. Sampai saat ini usulan tersebut belum direstui. Namun masyarakat Madura telah menjadikan nama Trunojoyo sebagai nama jalan di beberapa kota, juga nama terminal umum di Sampang, serta dijadikan sebagai nama lapangan terbang di Sumenep.
Banyak masyarakat yakin bahwa Trunojoyo berjuang untuk rakyat kecil, sehingga sampai saat ini tempat ari-arinya ditanam di daerah Pababaran Sampang masih terawat dengan baik. Sekali waktu di tempat tersebut ada anak-anak muda berdoa bersama, dan mengenang jasa dan kebaikan Trunojoyo membela rakyatnya. Sebuah upaya untuk merangkai kenangan dan penghargaan atas jasa-jasanya. Namun tidak banyak dari ingatan organik yang didokumentasikan untuk dijadikan sebagai sumber belajar alternatif sebagai pendamping sumber dokumentasi yang sudah ada.
Menurut informasi ada beberapa dokumentasi yang pernah dibuat instansi disporabudpar dalam bentuk audiovisual, tetapi tidak pernah disajikan ke hadapan publik sehingga Trunojoyo hidup dan berkembang dari berbagai kisah heroik di tengah masyarakat pengagumnya. Raden Soenarto Hadiwidjojo (1956: 32-36) menyampaikan bahwa perlawanan Trunojoyo dilandasi kejujuran dan keadilan. Bila mana ia ingin menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Menteri Anom dan ingin memerintah Kepulauan Madura didorong untuk menegakkan kembali keadilan yang sudah diperkosa dengan pengangkatan Tjakraningrat II sebagai kepala pemerintahan di Madura.
Dalam suratnya kepada Susuhunan Amangkurat II,