Putri Nelayan Masalembu, Pembawa Tumpeng Rokat

puteri masalembu Masyarakat di Pulau Masalembu, Kabupaten Sumenep, Madura dalam kebutuhan hidupnya sangat bergantung dari hasil laut. Laut merupakan bagian dari kehidupan mereka, karena dari rejeki lautlah masyarakat setempat mampu membangun kehidupannya makin membaik. Nah, maka tak heran, kerap masyarakat setempat kerap mengadakan “pesta syukuran” , karena limpahan hasil tangkapan ikan dari laut yang melimpah itu menjadikan masyarakat bersuka cita

Beberapa waktu lalu, ratusan warga Desa Masalima, Kecamatan/Pulau Masalembu, beramai-ramai keluar rumah  dan sampai  memadati jalan sejak pagi. Sepanjang jalan yang dua sisinya dipadati rumah-rumah penduduk itu berkerumun menunggu puteri nelayan dan remaja lainnya yang nantinya melewati jalan itu seraya membawa tumpeng selanjutnya menuju pesisir. Di lokasi inilah berkumpul ratusan tamu dibawah terop dan selebihnya masyarakat memenuhi sisi pesisir lainnya. Tujuan mereka tentu untuk menlaksanakan adat mereka, yakni acara petik laut, atau larung, dan masyarakat setempat menyebut rokat

Tumpeng dibuat di Dusun Ra’as, lalu dibawa bersama-sama menuju pantai tempat doa akan digelar. Dengan berbaris dua-dua, iring-iringan putri nelayan itu terlihat panjang. Dengan dikawal mobil patroli Polsek Masalembu, gadis-gadis pembawa tumpeng itu berjalan pelan.

Kegiatan membawa tumpeng merupakan bentuk syukur nelayan. Bahwa rezeki dari melaut yang diperoleh nelayan selama ini merupakan anugerah dari Tuhan, dan tentu saja sekaligus sebagai acara kemaraian dan hiburan bagi masyarakat. Ratusan warga di kanan dan kiri jalan yang dilalui keluar rumah. Mereka menonton kemeriahan anak nelayan yang membawa tumpeng kebahagiaan.

Tumpeng kuning dipadu dengan pakaian khas si pembawa membuat warga betah berlama-lama menunggu hingga barisan paling belakang lewat. Setidaknya 500 meter, arak-arakan pembawa tumpeng menuju Pelabuhan Masalembu. Tumpeng yang lengkap dengan ikan dan daging lalu diletakkan di bawah terop. Para undangan tasyakuran rokat pun berdatangan. Tumpeng diletakkan di sekeliling tikar yang dihampar. Usai doa bersama, tumpeng yang dibawa para putri nelayan disantap bersama. Satu porsi tumpeng untuk lima orang undangan.

Undangan yang didominasi nelayan tampak guyup menikmati hidangan yang dibawa para gadis dengan berjalan kaki itu. Di antara para nelayan, ada yang ngobrol tentang tangkapan ikan. Cuaca yang kurang bersahabat juga menjadi obrolan nelayan.

Sedang keterlibatan para rema putri yang umumnya dari anak nelayan itu menunjukkan kekompakan, hal ini tak lain untuk menguatkan kebersamaan. Nelayan tradisional Masalembu sepakat bahwa menangkap ikan harus dengan alat yang ramah lingkungan. (syaf/foto: jprm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.