Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • * Merawat Madura
    • Sejarah Madura
    • Budaya Madura
  • Lokalitas
    • Tradisi Madura
    • Sastra Madura
  • Ragam
    • Wisata Madura
    • Tokoh Madura
    • Peristiwa Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Penginapan di Madura
    • Jarak Kota Jawa Timur
    • Jarak Jawa-Bali
    • Dukung Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Privacy Policy
    • Disclaimers for Lontar Madura
    • Daftar Isi
    • Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Dengarkan, Lagu-Lagu Madura
    • Marlena
    • Mutiara yang Terserak
    • Baca dan Ikuti Kisah Bersambung: Marlena
  • Unduhan
    • Tembhang Macapat
    • Materi Bahasa Madura
    • Madurese Folktales
  • Telusur
    • Peta Lokasi Lontar Madura
    • Penelusuran Praktis
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Babad Madura

Pencitraan Masyarakat Madura Swasta

▲ Menuju 🏛 Home ► Budaya Madura ► Pencitraan Masyarakat Madura Swasta

Ditayangkan: 29-07-2012 | dibaca : 4,106 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tirmidzi

Sampai detik ini, masyarakat Madura dikenal sebagai dengan masyarakat perantau. Di berbagai daerah di negeri ini, khususnya di tempat-tempat perdagangan, tersebar orang Madura. Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, lebih-lebih di pulau Jawa sudah musti memiliki ‘koleksi’ orang Madura. Bahkan di bagian timur pulau Jawa, masyarakat Madura mendominasi dan membentuk komunitas besar yang sering kali dikenal sebagai masyrakat Madura swasta, masyrakat gadungan, masyarakat duplikat, dan masyarakat murtadin karena Maduro ora dan Jowo ora.

Namun demikian, harus diakui bahwa masyarakat Madura swasta tersebut merupakan kekayaan yang tidak ternilai yang eksistensinya tidak lepas dari eksistensi masyarakat Madura asli dan Madura itu sendiri. Hal itu disebabkan karena mayoritas mereka adalah keturunan asli orang Madura, pun juga karena mereka telah membawa kultur, budaya, dialektika, dan bahasa resmi Madura. Atribut-atribut ‘Maduraisme’ pun sangat lekat bagi mereka dan kehidupannya. Tidak heran jika ada yang menyatakan bahwa memasuki wilayah timur pulau Jawa, mulai dari Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember, hingga Banyuwangi, sama halnya dengan masuk ke pulau Madura.

Lebih erat lagi, antara Madura swasta dan Madura murni memiliki keterkaitan citra, dalam artian reputasi keduanya saling bergantung satu sama lain. Sebagai permisalan adalah konflik keagamaan yang terjadi di Situbondo beberapa tahun yang lalu. Dampak negatif konflik tersebut berimbas samapi ke pulau Madura. Tanpa ada pengecualian swasta apa bukan, seluruh masyarakat Madura diklaim sebagai orang-orang keras, kasar, tidak egaliter, dan tidak menghargai pluralitas. Begitu juga sebaliknya, ketika Masyarakat Madura menjadi prakarsa penyelesaian konflik, di Jember misalnya, maka nama Madura menjadi harum. Namun, harus diakui bahwa stigma negatif lebih kuat dan lebih banyak disandangkan bagi masyarakat Madura serta lebih membutuhkan perhatian sejak dini.

Untuk menghindari stigma negatif tersebut diperlukan proses pencitraan demi untuk menampilkan reputasi Madura yang lebih baik. Pencitraan tersebut merupakan PR sekaligus tugas bersama yang amat mendesak bagi masyarakat Madura secara umum. Sedangkan mekanisme pelaksanaannya bias saja berbeda antara satu daerah dengan derah yang lain, yang swasta dan yang bukan swasta. Bagi masyarakat Madura swasta, tugas demikian akan menjadi lebih berat karena mereka hidup di tengah lingkungan yang lebih plural dan hiterogen di banding dengan pulau Madura. Tantangan dan rintangan sudah barang tentu akan lebih kompleks yang sekaligus akan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang lebih ekstra pula.

Oleh karena demikian, mereka dituntut untuk bersikap kreatif dalam mencari upaya-upaya konstruktif pencitraan tersebut. Salah satu upaya yang menurut penulis dapat diaplikasikan oleh masyrakat untuk pencitraan tersebut adalah menafsirkan dan menerjemahkan kaidah usul fiqih ‘al muhafadhatu ala al qodimi al sholih wa al akhdzu ala al jadidi al ashlah’ dalam konteks kehidupan mereka. Penulis yakin jika pesan yang tersirat dalam kaidah tersebut dijalankan secara maksimal maka akan menghasilkan pencitraan Madura yang lebih gemilang di masa depan.

Pages: 1 2

Dibawah layak dibaca

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Marlena
Lilik Soebari
Babad Madura Line
    • Kangean, Perlu Revitalisasi Budaya Lokal
      In Budaya Madura
    • Makna Filosofis Lambang Keraton Sumenep
      In Sejarah Madura
    • Perkembangan Sastra Madura Memprihatinkan
      In Sastra Madura
    • Sejarah dan Makna Pemugaran Masjid Agung Bangkalan
      In Sejarah Madura

  • ▶ ᴅᴇɴɢᴀʀᴋᴀɴ

    https://www.maduraexpose.com/wp-content/uploads/2010/lm/lagu_madura.mp3
  • Diminati

    • Sejarah Buju’ Batu Ampar Pamekasan
    • Ki Moko dan Terciptanya Api Tak Kunjung Padam
    • Folklor dalam Pembentukan Kepribadian Masyarakat Madura
    • Seni Pertunjukan Tradisi Madura, Butir Emas Terpendam
    • Tradisi Meminang Bagi Orang Madura

ALBUM LAGU MADURA

 

© All Rights Reserved. Lontar Madura
Free Wordpress Themes by Highervisibility.com

Close