Ada juga Prof Dr Ir Mien A. Rifai. Peneliti senior LIPI asal Sumenep yang saat kongres me-launching bukunya Manusia Madura ini membeberkan tentang hasil penelitian terhadap orang Madura. Dalam makalahnya dia menyebutkan; sejarah memang membuktikan bahwa kelompok etnis Madura termasuk salah satu suku bangsa Indonesia yang tahan bantingan zaman. Mereka memunyai kemampuan adaptasi dan toleransi yang tinggi terhadap perubahan, keuletan kerja tak tertandingi, dan keteguhan berpegang pada asas falsafah hidup yang diyakininya. Walaupun diberikan dengan nada sinis, selanjutnya diakui juga bahwa orang Madura memiliki keberanian, kepetualangan, kelurusan, kesetiaan, kerajinan, kehematan (yang terkadang mengarah ke kepelitan), keceriaan, dan rasa humor yang khas.
Akan tetapi ditambahkan pula bahwa sekalipun memiliki jiwa wirausaha, mereka jarang mau mengambil risiko yang tidak diperlukan, sehingga sedikit sekali pengusaha Madura yang terdengar jatuh pailit namun kecil pula kemungkinan bagi mereka untuk tumbuh besar sampai menjadi konglomerat. Rata-rata orang Madura lalu dianggap tidak berjiwa pioner yang mau maju di garis terdepan yang belum dirambah orang, sebab mereka sangat percaya pada kemapanan tatanan yang tertib dan teratur rapi.
Sebagai akibat stereotipe yang serba bertentangan tersebut, lalu timbul anggapan bahwa orang Madura tidak mau berprakarsa, berjiwa statis, dan menolak dibawa maju, apalagi berindustri yang sarat pengetahuan, ilmu, dan teknologi, serta rekayasa. Sebagai bukti ditunjukkan bahwa dari dulu penampilan wanda atau fisiognomi Pulau Madura tetap saja seperti sekarang-sangat terbelakang bila dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur yang tampak semakin berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Sementara Dr A. Latief Wiyata mengupas tentang karakter orang Madura yang dibilang keras. Antropolog Madura ini mengawali dengan pertanyaan; Benarkah Orang Madura Keras? Menurut Latief, itu tidak semuanya benar. “Mungkin, perlu diubah bahwa orang Madura yang disebut keras itu menjadi tegas,” katanya.