Pangeran Musyarrif Arosbaya, Gugur Ditembak Belanda

Pasarean Pangeran Musyarrif, (Foto: MataMadura)

Kedatangan Syarif Abdurrahman atau Ahmad bin Juhariya ini diperkirakan di masa pemerintahan Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Duwur di Madura Barat. Meski ada versi lain menyebut sudah tiba di ujung barat Madura di masa Kiai Pragalba, pendahulu sekaligus ayah Lemah Duwur.

Kiai Pragalba dan rakyatnya, konon masih belum memeluk Islam. Sejarah di sana mencatat sang Patih, Bageno yang sakti mandraguna itu sebagai muslim pertama, setelah diutus Pragalba “nyantri” ke Sunan Kudus. Islam mulai menjadi agama resmi keraton di masa Panembahan Lemah Duwur. Gelar Panembahan menjadi penanda bagi penguasa Islam di Madura-Jawa.

Nah, kedatangan Syarif Abdurrahman kemungkinan tercium oleh penguasa Arosbaya itu. Beberapa kisah menyebut kedatangan itu tercium lewat beberapa karomah Syarif Abdurrahman. Singkat kisah, sang Syarif begitu menarik bagi raja, sehingga lantas diambil sebagai anak menantu. Dinikahkan dengan Mas Ayu Ireng, salah satu putri Panembahan dari selirnya. Dari pernikahan itu, lahirnya Syarif Kafi yang meninggal di Philipina, meninggalkan seorang anak laki-laki di Arosbaya yang dikenal dengan Raden Masegit.

Setelah diambil sebagai menantu, Syarif Abdurrahman mendapat gelar pangeran. Orang Arosbaya lantas menyebut beliau dengan Pangeran Musyarrif. Karena kealimannya, Pangeran Musyarrif diangkat sebagai Qadli atau Penghulu Negara. Kehadirannya laksana oase sekaligus cahaya bagi rakyat Arosbaya yang masih buta akan Islam, sekaligus haus akan keilmuan.

Gugur Sebagai Syahid

Panembahan Lemah Duwur mangkat pada 1592 M. Tampuk pemerintahan jatuh pada Raden Koro alias Pangeran Tengah, salah satu putra Panembahan dari permaisurinya, putri dari Jaka Tingkir, Sultan Pajang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.