Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • * Merawat Madura
    • Sejarah Madura
    • Budaya Madura
  • Lokalitas
    • Tradisi Madura
    • Sastra Madura
  • Ragam
    • Wisata Madura
    • Tokoh Madura
    • Peristiwa Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Penginapan di Madura
    • Jarak Kota Jawa Timur
    • Jarak Jawa-Bali
    • Dukung Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Privacy Policy
    • Disclaimers for Lontar Madura
    • Daftar Isi
    • Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Dengarkan, Lagu-Lagu Madura
    • Marlena
    • Mutiara yang Terserak
    • Baca dan Ikuti Kisah Bersambung: Marlena
  • Unduhan
    • Tembhang Macapat
    • Materi Bahasa Madura
    • Madurese Folktales
  • Telusur
    • Peta Lokasi Lontar Madura
    • Penelusuran Praktis
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Babad Madura

Melongok Etnis Madura Hindu

▲ Menuju 🏛 Home ► Budaya Madura ► Melongok Etnis Madura Hindu

Ditayangkan: 17-02-2011 | dibaca : 8,201 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Achmad Supardi (Jurnalis, Surabaya)

Namanya Dusun Bomadura hindungso Wetan. Dusun yang dikelilingi kebun-kebun pare ini tidak terlalu menarik kalau saja penduduknya bukanlah Etnis Madura beragama Hindu. Di sini, warga Hindu Etnis Madura hidup dalam kerukunan dengan warga Muslim. Mereka meyakini bahwa keyakinan, ritual, hingga tradisi mereka sama saja dengan Islam, hanya memiliki variasi pada bentuk.

Ya, Madura namun Hindu. Inilah yang membuat penduduk Dusun Bongso Wetan menjadi unik. Selama ini, mayoritas di antara kita mengasosiasikan Suku Madura dengan agama Islam. Kita bahkan seolah yakin bahwa Suku Madura takkan ada yang beragama selain Islam. Namun di dusun yang berhimpitan dengan Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Surabaya ini, terdapat 223 kepala keluarga (KK) atau sekitar 800-an jiwa Etnis Madura beragama Hindu.

Rabu (25/3) malam, Dusun Bongso Wetan berpesta. Ratusan orang memadati Pura Kertha Bumi. Yang laki-laki gagah dengan udengnya. Sebagian berbusana edisi lengkap, termasuk kemeja dan sarung khas persembahyangan. Sebagian lagi memang berudeng, namun bawahannya hanya kaos atau sarung biasa yang lazimnya dipakai umat Muslim untuk salat.

Sementara, umat perempuan tampil dengan aneka baju terbaru mereka, mayoritas memilih kain dan kebaya. Yang pasti, baik laki-laki maupun perempuan mengikatkan selendang di pinggangnya. Bau parfum jamaah berbaur dengan wangi dupa dan bunga.

Maghrib baru saja datang. Enam ogoh-ogoh yang paginya diikutsertakan dalam tawur agung di Tugu Pahlawan, Surabaya, petang itu sudah berdiri di halaman pura. Ogoh-ogoh adalah patung aneka rupa, namun kesemuanya mewakili figur-figur makhluk halus jahat.

“Ogoh-ogoh ngelambangagin kejahatan i dunnyah se koduh imusnaagin. Karna ruah ogoh-ogoh iobber neng akhir upacara tawur agung (Ogoh-ogoh melambangkan kejahatan di dunia yang harus kita musnahkan, karena itu di akhir tawur agung mereka dibakar),“ kata Saptono (52) dalam Bahasa Madura yang lancar. Ayah empat anak ini adalah salah satu pemangku (modin Hindu) di Dusun Bongso Wetan.

Di bagian dalam pura, umat melakukan persembahyangan. Setelah memercikkan tirta suci di gerbang dalam pura, mereka mengikuti jemaah lain yang lebih dulu melantunkan puji-pujian dan doa.

Tak lama setelah isya, pawai ogoh-ogoh dimulai. Saptono berdiri paling depan dengan lima pemangku (modin Hindu) lainnya. Setelah memercikkan tirta suci ke keenam ogoh-ogoh, mereka membunyikan genta tanda dimulainya pawai ogoh-ogoh.

Di belakang para pemangku, ibu-ibu dalam balutan baju persembahyangan menyunggi sesaji. Lebih ke belakang, barisan pemuda membawa panji-panji diikuti barisan anak-anak pembawa obor, lalu para pemuda yang memanggul keenam ogoh-ogoh. Terakhir, kru pembawa gamelan dan mobil pengangkut sound system-nya. Ratusan orang ikut dalam pawai ini. Sebagian berasal dari luar Bongso Wetan.

Lepas dari gang tempat Pura Kertha Bumi berada, rombongan melakukan pusaran. Mereka berkeliling sebelum akhirnya memasukkan sebagian sesaji ke dalam sanggar cucuk –anyaman janur berbentuk rumah—yang ditancapkan di pertigaan itu.

Setelahnya, rombongan kembali berpawai. Mereka melintasi jalan-jalan di Dusun Bongso Wetan dan Bongso Kulon. Rombongan berhenti di tiap pertigaan dan perempatan. Di tempat-tempat itu mereka menggelar ritual pecaruan atau membujuk makhluk halus agar tidak mengganggu manusia. “Dalam kepercayaan Hindu, pertigaan, perempatan, dan belokan adalah tempat-tempat yang disukai makhluk jahat. Kita perlu melakukan upacara pecaruan untuk menghindari celaka,“ kata salah satu tetua masyarakat Hindu Bongso Wetan.

Dalam pawai ogoh-ogoh inilah kerukunan masyarakat Bongso Wetan terbukti bukan sekadar klaim. Rombongan pawai justru menjadi hiburan bagi sekitar 50 persen warga Bongso Wetan lainnya yang Muslim. Mereka tidak tersinggung, apalagi marah saat para pemuda Hindu menggoyang-goyang dan memutar-mutar ogoh-ogoh di pertigaan sebagai perlambang perlawanan terhadap makhluk halus jahat. Padahal, di situ berdiri gagah masjid warga Muslim Bongso Wetan. Mereka paham bahwa yang dimaksud lokasi makhluk jahat oleh saudaranya penganut Hindu bukanlah masjid, namun pertigaan. Kebetulan keduanya ada di lokasi yang sama.

“Soal kerukunan ini memang menjadi kebanggaan dan kebahagiaan kami. Meski kami ini berbeda agama, kami Hindu dan mereka Muslim, namun kami tak pernah bertengkar. Apa guna pertengkaran?“ kata peserta pawai lainnya. Kata-kata lelaki yang biasa menjadi sopir bemo di Surabaya ini seperti gayung bersambut dengan spanduk perayaan Nyepi yang bertuliskan, “Mari kita ciptakan kedamaian di dalam hati, kedamaian di dunia, dan kedamaian selamanya“.

Pages: 1 2 3 4

Dibawah layak dibaca

Komentar Anda(6)

Andri said on 31-12-2021

weh… di madura juga ada yaa..

Reply
Supratiknyo said on 18-09-2018

Yang rukun saja

Reply
Ketut Gempawan said on 03-02-2017

Mohon maaf sebelumnya, kita umat hindu berbuat baik tujuannya bukan mencari surga tetapi MOKSA, hidup kembali ke dunia ini adalah dalam misi perbaikan apa yang telah kita perbuat terdahulu.

Reply
Lontar Madura said on 03-02-2017

Ya kita memahami, ini masalah persaudaraan antar umat beragama

Reply
devajiraka said on 31-07-2016

Saya orang Bali, Menjadi Hindu tidak harus mahal, jangan tiru di bali karena memang mereka kreatif dan berkemampuan. Bukan karena kemewahan ritual orang dapat sorga, tetapi baik atau buruknya perbuatan kita yang menentukan diri dan perjalanan roh kita menuju sorga atau neraka. Menurut Weda, Tuhan ada dimana-mana meresap disemua relung ruang dan waktu ciptaan-Nya (wiyapi wyapaka), maka sorga dan neraka ada dimana-mana baik di dunia tempat kita hidup ini maupun di akhirat alam maya. Untuk mencapai sorga tidak perlu naik ini naik itu sebagai syarat, cukup dengan berbuat sebaik-baiknya terhadap sesama, alam lingkungan sekitar, dan rajin berdoa kepada Tuhan, sudah pasti di dunia ini pun kebahagiaan hidup (sorga) sudah kita nikmati, jangan berbuat buruk misalnya mencuri ketahuan ditangkap maka neraka (penjara) kita jumpai. dan yang penting kita memiliki 5 keyakinan (panca sradha) yaitu percaya adanya Tuhan, Atma, Punarbawa, Karmaphala, Moksa.

Reply
Lontar Madura said on 07-08-2016

Semua ajaran agama untuk menuju kebaikan, dengan sangsi bila melanggar akan dapat akibatnya (neraka), bila melaksanakan dengan benar akan dapat (surga). Dalam tulisan diatas merupakan catatan peristiwa yang perlu dikenal dan dipahami semua pihak, tanpa mempengaruhi nilai ritualitas keagamaannya.

Reply

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Marlena
Lilik Soebari
Babad Madura Line
    • Mati Ketawa Cara Madura
      In Legenda Madura
    • Ojhung: Ritual dan Mitos Pemanggil Hujan Masyarakat Madura
      In Tradisi Madura
    • Baca puisi selendang SulaimanHambatan dan Memajukan Sastra Madura
      In Sastra Madura
    • Jabatan Arya Wiraraja Sebelum Menjadi Adipati di Sumenep
      In Sejarah Madura

  • ▶ ᴅᴇɴɢᴀʀᴋᴀɴ

    https://www.maduraexpose.com/wp-content/uploads/2010/lm/lagu_madura.mp3
  • Diminati

    • Sejarah Buju’ Batu Ampar Pamekasan
    • Tradisi Meminang Bagi Orang Madura
    • Folklor dalam Pembentukan Kepribadian Masyarakat Madura
    • Kelucuan Humor Kocak Ala Madura
    • Tembang Macapat Madura dan Sejarah Pengembangannya

ALBUM LAGU MADURA

 

© All Rights Reserved. Lontar Madura
Free Wordpress Themes by Highervisibility.com

Close