Akhirnya kehidupan mereka terpuruk. Anak dan istrinya terbengkalai dan tidak dirawat sebagaimana mestinya. Tuntutan ekomonimi meraka meningkat, ketika ketiga anaknya butuh kebutuh kehidupan yang layak. Tapi Joko tidak mampu memenuhinya, akhirnya satu-satunya yang diandalkan tinggal tuntutan warisan, yang menurut adik Bu Rasmi merasa dihianati. Dan inilah perkembangan masalahnya, Joko mengungkit warisan yang sampai sekarang masih merasa menjadi haknya.
Dan Pak Toha tahu persis fenomena yang terjadi dalam keluarga Raden Cokro Monggodimejo dari keluarga istrinya. Raden Cokro mempunyai tujuh putra dan putri. Meski menjadi keluarga besar, tapi tampak rukun dan damai. Tapi ketika satu dari keluarga itu menjadi duri, maka akan membias pada kehidupan semuanya.
“Keluarga besar itu memang meyenangkan bila sekilas dilihat dari lahiriyah. Tapi setelah para sesepuh meninggal dunia, lalu apa yang terjadi? Perang saudara tidak dapat dielakkan,” ungkap Pak Toha lalu tertawa.
“Makanya, KB itu perlu, demi masa depan anak-anaknya,” sambung Fatimah sesaat melaksanakan syukuran bersama sanak familinya.
“Iya, ya. Akhirnya masa depan anak terjamin dengan baik,” celetuk Fajar yang juga hadir bersama istrinya dalam acara keluarga itu.
“Makanya setelah anakmu lahir nanti, jangan keburu minta terus,” kata bibinya.
“Jangan khawatir, bi, semuanya telah kami rancang dengan baik,” tanggap Fajar pada diknya Fatimah, seolah menyambung ucapan anaknya kelak.
“Ini semua berkat bimbingan ayah,” juga disampaikan pada Pak Toha