Lanun, Kangean, dan Integrasi Kawasan

Pernyataan itu bila dibandingkan dengan sumber Belanda tidak seluruhnya benar karena dialek yang kasar dalamkonteks wilayah tersebut tidak selalu berhubungan dengan keberadaan lanunsemata melainkan Kangean dijadikan sebagai wilayah pembuangandan penjara bagi para penjahat dan lawan-lawan politik pada masa penjajahanBelanda (Farjon 1980). Konstruksi ini sampai saat ini terasa, yaitustigma sosial terhadap Pulau Kangean. Setiap pejabat yang diangkat diKangean dianggap dibuang. Orang Kangean dikonstruksi lebih rendah dandinyatakan sebagai orang pulau (oreng polo) dan mereka menyebut orangdari daratan (dereden) sebagai orang kota (oreng kotta) dan orang negara(oreng nagera). Keberadaan Untung Surapati sebagai mantan budak merupakanfakta sejarah tetapi.dari mana dia berasal menimbulkan silang pendapat.

Strategi Menaklukkan Lanun

Masyarakat Kangean mempunyai strategi untuk mengalahkan lanundengan cara membuat kue lanun (jejen lanun) yang berwarna hitam yang terbuat dari bahan-bahan ketan (palotan), parutan kelapa (parodenna nyiong)dan gula jawa (gule jebe). Proses pembuatannya dengan cara ketandicampur dengan abu sisa pembakaran batang padi, disaring digunakan sebagai zat pewarna ketan sehingga berwarna hitam. Kemudian, dibungkusdaun pisang muda, dan dikukus sampai keras. Cara menyajikannya dengan cara, gulungan ketan yang berwarna hitam yang telah masakdiiris-iris, di atas irisan-irisan itu ditabur parutan kelapa, dan diberi cairangula jawa. Penyelesaian dengan menciptakan makanan ini mempunyaimakna simbolik, yaitu keberanian untuk melawan kejahatan lanun.

Makanan (jejen lanun) pada dasarnya menyatakan secara simbolis, yaitu solidaritas kelompok (Foster dan Anderson 1978: 268-271). Orang Kangean menyatakan solidaritas kelompok untuk melawan kejahatan lanun secara simbolis melalui jejen lanun.                                                                                                                                       

Saat ini, simbol lanun mengalami pergeseran, yaitu dari lanun sebagai bajak laut menjadi orang-orang yang melakukan tindakan kekerasan yang tergolong kriminal. Tindakan kekerasan terjadi karena adanya interaksi sosial antarpenduduk yang menimbulkan pelecehan terhadap harga diri. Tindakan kekerasan ini menimbulkan konflik. Kuantitas dan kualitas konflik cenderung menguat di kampung pesisir, yang dihubungkan dengan asal usul penduduk yang merupakan keturunan lanun. Di sisi lain, letak kampung pesisir yang berada di jalur transportasi menjadikan para pengguna jalan ketika masuk wilayah ini memilih dahulukan selamat dengan cara hati-hati, mengendarai kendaraan pelan-pelan, tidak membunyikan klakson keras-keras, dan memberikan kesempatan pada penyeberang jalan yang sering menyeberang mendadak. Kesalahan dengan menabrak penyeberang apapun alasannya yang disalahkan adalah pengendara. Perlakuan terhadap pengendara yang melanggar tidak sebanding dengan kuantitas kesalahan bahkan terjadi konflik antardesa yang menimbulkan korban jiwa. Konflik itu bermula pada kepentingan perseorangan yang berkembang menjadi konflik antarkerabat dan ujung-ujungnya adalah konflik antar desa, seperti yang terjadi antara desa De andung dan Kangajen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.