Lanun, Kangean, dan Integrasi Kawasan

Abd. Latif Bustami

Salah satu tradisi Kangean

Informasi tentang bajak laut Asia, yang tertua berasal dari Fa-Hsien yang dalam perjalanannya pulang dari India ke Cina (413-414) mengata     kan bahwa Laut di Asia Tenggara penuh dengan bajak laut, barang siapa bertemu dengan mereka akan menemui ajalnya (Lapian, 1987). Analisis bajak laut di kawasan Indonesia dan Asia Tenggara khususnya di Laut Sulawesi telah dikaji oleh Lapian (l987: 225-318).

Dalam konteks bajak laut (lanun) Mangindano dijelaskan bahwa faktor keterlibatan mereka dalam kegiatan bajak laut adalah Perang Moro. Orang Mangindano sejak abad XVI berkonfrontasi dengan Spanyol dalam kerangka Perang Moro (Lapian 1987: 258-259). Bajak laut Mangindano melakukan aksinya dengan memanfaatkan angin timur laut menuju wilayah bagian barat sehingga di Serawak dikenal the pirate wind atau angin lanun (Lapian 1987: 270). Keterlibatan Mangindano dalam kegiatan bajak laut berhubungan dengan tindakan Belanda untuk menguasai perdagangan timah yang dikuasai orang Bugis, seperti yang dinyatakan dalam Tuhfah al-Nafis pada bulan Mei 1787. Sejak itu di perairan Riau dan pantaitimur Sumatera dikuasai lanun yang berpusat di Reteh (antara Muara Sungai Jambi dan Indragiri). Dari pangkalan ini setiap tahun mereka merompak di perairan sekitarnya (Wall 1879: 30-34). Pada abad XIX, dijelaskan bahwa orang darat yang bersikap defensif berbalik menjadi pelaut yang agresif seperti orang Tobelo.

Keterlibatan mereka dalam jaringan bajak laut merupakan balas dendam terhadap serangan bajak laut Magindano dan Balangingi. Bajak laut Tobelo terlibat dalam serangan ke Bawean dekat Kepulauan Kangean melalui Manggarai, dalam bulan Oktober 1850. Pada waktu itu 15 perahu bajak laut berukuran besar mendarat di pantai barat laut pulau itu, ketika sebagian besar dari penduduk persis sedang berlayar ke luar pulau untuk berdagang. Pada kesempatan itu bajak laut berhasil menangkap sejumlah besar dari pendudukbeberapa kampung Bawean yang kemudian dijadikan budak (KoloniaalVerslag 1850:18; Wall 1879: 27-28). Javasche courant (l844) menginformasikan bajak laut Mangindanao menyerang Pulau Bawean (Roon 1917). Pendapat Anthony Reid yang menyatakan kehadiran bajak laut dengan perdagangan budak seiring dengan meningkatnya permintaan tenaga kerja lebih bisa diterima.

Bajak laut yang lain berangkat dari Kepulauan Sulu dan Mindanao Selatan melalui Selat Makassar dengan menggunakan angin timur laut sehingga Kerajaan Kalimantan Timur, seperti Berau, Bulungan bekerja atauterpaksa bekerja sama (Lapian 1987:272). Pangkalan bajak laut yang  penting adalah Toli-Toli, Sulawesi Utara. Di sebelah menyebar selat Makasar bajak laut mempunyai pangkalan sehingga lalu lintas ini tidak aman bagi pelayaran niaga pada awaktu itu. Menurut orang setempat, mereka semuanya disebut Mangindano.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.