Di bagian selatan dari Selat Makasar mereka mendirikan pangkalan di Pulau Laut (wilayah Kalimantan Selatan) dekat Pulau Kangean. Menurut Pangeran Said Al Habsyi (1830) orang Lanun di Pulau Laut bekerja sama dengan pemimpin Bangkalan (Kalimantan Selatan, sic Madura) yang disebut Haji Jawa, yang berasal dari Kalimantan (sic Madura), dan orang Bajau serta orang Tobelo dari Halmahera. Pulau Laut digunakan untuk menjelajah perairan Laut Flores dan Laut Jawa.
Pada tahun 1828 penduduk Pulau Kangean, sekitar 300 orang, diangkut ke Pulau Laut untuk dijual sebagai budak. Said Hassan al Habsyi pernah bertemu dengan sebuah eskader Lanun di Selat Bali yang berasal dari pangkalan Pulau Laut itu. Di kawasan Laut Flores pun ada pangkalan di beberapa pulau kecil, seperti tanah Jampea, Kalao, Bonerate, Puau Riung di lepas pantai Flores Barat (Manggarai) sebagai pusat perompak Mangindao, Balangingi, dan Tobelo (Lapian 1987: 274). Pada tahun 1850-1876 diinformasikan tentang serangan bajak laut dari Sulu dan Manggarai ke Pulau Kangean dan Bawean (Waal 1879: 28-30). Rekonstruksi kesejarahan menunjukkan posisi Pulau Kangean yang berada di tengah persimpangan beberapa pangkalan bajak laut (lanun) maka bisa diterima kalau orang Kangean mempunyai folklor tentang lanun.
Orang Kangean menyebut lanun setiap kali ditanyakan tentang terjadinya pemukiman penduduk di perbukitan (dera ). Pola perkampungan di dera dikelilingi pagar hidup, semak belukar dengan satu pintu besar yang terbuat dari kayu untuk melindungi diri dari serangan lanun. Keberadaan satu pintu masuk mempunyai fungsi mengawasi aktifitas warga dan orang luar. Ketika ada serangan lanun, pintu itu ditutup dan warga berusaha mempertahankan diri. Pemukiman penduduk di daerah perbukitan (dera ) tersebar di Kangajen Dera , Torjek Dera , Temor Jengjeng Dera , Cangkramaan, Deandung (Bustami 2001).
Kemudian, pemukiman penduduk terdapat di wilayah pesisir dihuni oleh lanun. Wilayah pesisir itu bagi lanun berfungsi sebagai pengisi bahan bakar perahu, bahan makanan (feeder points), dan penyimpanan hasil bajakan lanun. Pemukiman di wilayah pesisir ini saat itu dihuni oleh keturunan lanun dari hasil kawin mawin dengan perempuan di kawasan itudan dari berbagai wilayah yang telah ditaklukkan. Menurut informan, R. Imran, 70 tahun, desa Angon-Angon menyatakan bahwa dialek orang pesisir di Kangean itu kasar karena keturunan lanun bahkan di wilayah itu terdapat nama Pulau Pagerungan yang berasal dari Pegarongan. Banyak orang Kangean yang ditangkap oleh lanun dan dijadikan budak termasuk di antaranya Untung Surapati.