Konsep Tanéyan Lanjhâng Mengangkat Nilai Kekerabatan

Salah satu ciri pembangunan rumah masyarakat Madura, biasanya dibangun dengan pola éghellâr sapapan (digelar/dipanjangkan sebaris) di sisi utara menghadap ke selatan, yang dikenal dengan istilah tanéyan Ianjhâng (halaman rumah memanjang).

 

Dalam hal pola pemukiman di pedesaan wilayah Sumenep tidak menunjukkan  adanya perbedaan dan situasi pada umumnya bagi disa-desa pertanian Madura lainnya. Seperti di tempat-tempat lain tanéyan lanjhâng terpencar di seluruh wilayah desa dalam krlompok kecil dalam satu keluarga dan tidak berkelompok secara besar yang menjadi pusat desa seperti halnya di Jawa.

Jumlah keluarga dalam kelompok tanéyan lanjhâng sangat berbeda-beda, bisa bervariasi antara satu hingga delapan keluarga. Dan menurut adat tradisi di pedesaan, anak perempuan bersama suaminya masih berkumpul dengan orang tuanya (de Joñge; 1989).

Pada umumnya pola tanéyan Ianjhâng diawali dari sebelah barat bagian utara, kemudian selanjutnya berkembang di sebelah timur untuk anak perempuan yang kedua dan seterusnya. Roma patobin (rumah induk) menghadap ke selatan, di halaman sebelah barat dibangun sebuah kobhung (langgar/surau) untuk tempat ibadah atau tempat tidur anak laki-laki yang telah dewasa, bisa juga sebagai tempat tamu laki-laki, dan pada umumnya para tamu perempuan ditempatkan di serambi rumah induk.

Di sebelah selatan halaman dibangun dapur yang berdampingan dengan kandang sapi. Sedangkan tungku perapian untuk memasak menghadap ke timur dan yang memasak menghadap ke barat. Konon konsep ini agar tidak panas bhârâng ban ékabhherkat (tidak cepat habis dan barokah). Di sebelah barat dapur ada sebuah sumur dan sebelah baratnya  ada pakébân (kamar mandi semi permanen). Di depan pakébân ditempatkan paddhâsân atau sebuah belanga yang mulutnya agak sempit dan bertengger diatas sendi (landasan dan batu) ada kran air dìbawahnya yang disumbat dengan bilah bambu untuk tempat berwuduk.

Keteraturan posisi, bentuk dan proporsi rumah yang dbangun di kampong méjhi (kampung menyendiri) atau keliling tanéyan lanjâng menunjukkan penguasaan masyarakat atas pengetahuan menata ruang lingkup huniannya. Disamping tanéyan (halaman rumah), untuk mengacu sebidang tanah mereka mengenal adanya pamengkang, pakarangan, kebbhun, talon dan tegghâl dengan sistem penataan ruang dan peruntukannya berbeda satu dengan Iainnya (Rifa’ie ; 2007).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.