Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat

Oleh : Budi Purwantiningsih
Masyarakat Madura telah lama mempraktekkan tumbuhan sebagai obat tradisional atau yang lebih sering disebut “jamu”. Secara umum minum jamu yang diracik dari tumbuh-tumbuhan telah menjadi kebisaan keluarga dan masyarakat Madura, khususnya yang masih berdarah biru (keturunan dan kerabat raja) (Handayani, 2003). Kebiasaan minum jamu yang begitu melekat ini telah menimbulkan suatu prinsip “lebih baik tidak makan daripada tidak minum jamu” (Rifa’i, 2000). Berdasarkan bentuknya, jamu Madura sebagaimana jamu yang dibuat di Pulau Jawa dapat dikelompokkan menjadi lima macam jamu, yaitu: Jamu Segar. (2) Jamu Godokan. (3) Jamu Seduhan.  Dan (4) Jamu Oles.Menurut Handayani (2003) umumnya ramuan Madura mengandung banyak resep untuk keperluan menjaga kesehatan misalnya : jamu perawatan tubuh, jamu pasca melahirkan, jamu mengencangkan payudara, mempertahankan samina, jamu rapat, dan lain-lain.

Adapun tumbuhan-tumbuhan yang sering digunakan masyarakat Madura adalah daun Jahe (Zingiber officinale), pinang muda (Areca catechu), bunga padma (Rafflesia zollingeriana), sirih (Piper betle), adas (Foeniculum vulgare), pulasari (Alyxia reindwardti), jintan putih (Cumimum cyminum), pala (Myristica fragrans), pepaya gantung (Carica papaya), pegagan (Centella asiatica), dan srikaya (Annona squamosa), sirih (Piper betle), temu kunci (Boesenbergia pandurata), kunci pepet (Kaempferia angustifolia), kayu rapat (Parameria laevigata), kulit buah delima (Punica granatum) dan lain-lain. (Rifa’i, 2000).Menurut Rifa’i (2000), pada zaman dahulu potensi pengetahuan akan racikan tumbuhan obat ini didukung dengan tersedianya berbagai macam tumbuhan yang biasa menjadi tanaman pekarangan masyarakat, akan tetapi sekarang ini, tumbuh-tumbuhan tersebut keberadaannya menjadi sangat sulit ditemukan atau menjadi liar seiring dengan keengganan masyarakat untuk memanfaatkan dan menanamnya.

Hilangnya pengetahuan pribumi dikhawatirkan lebih cepat dibandingkan dengan menyusutnya keanekaragaman hayati tumbuh-tumbuhannya sendiri (Purwanti, 2001). Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, maka dikhawatirkan kepunahan tidak hanya terjadi pada tumbuhannya saja, akan tetapi pengetahuan tentang tumbuhan obat pada masayarakat Madura tersebut akan punah pula.

Kebutuhan industri obat tradisional yang cukup besar terhadap tumbuh-tumbuhan tersebut juga telah mengakibatkan eksplorasi terus-menerus dan mengancam keberadaannya, sehingga perusahaan obat tradisional di Indonesia diperoleh dari upaya pengambilan dari hutan dan pekarangan tanpa adanya upaya untuk membudidayakannya.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu konsep pengelolaan pemanfaatan tumbuhan obat dengan tujuan untuk dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dalam aspek pengobatan dan juga peningkatan ekonomi. Apabila masyarakat telah mendayagunakan tumbuh-tumbuhan obat tersebut, maka secara tidak langsung masyarakat juga akan menjaga keberadaan tumbuhan obat di sekitar lingkungan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.