Apresiasi Tinggi Kebersamaan Etnis di Sumenep

Keluarga peranakan Cina di Pasongsongan, Sumenep (1920)
Keluarga peranakan Cina di Pasongsongan, Sumenep (1920)

masyarakat Tionghoa ke Nusantara sudah berlangsung selama ribuan tahun lamanya dan hubungan antara Tiongkok dengan kerajaan-kerajaan Nusantara dicatat pertama kali dalam “Kronik Han”. Dengan adanya catatan itu menunjukkan berlangsungnya arus migrasi baik dari Nusantara maupun dari Tiongkok.

Di Sumenep, keberadaan etnis Tionghoa hadir sejak lama. Awal kedatangan etnis Tionghoa sudah terjadi sejak pertengahan abad ke-18. Dalam perjalanan sejarah arus migrasi dari Tiongkok dan menetapnya mereka di Nusantara, tentunya terjadi asimilasi alamiah dan akulturasi orang-orang Tionghoa yang   menyimpan harapan dan keinginan dari kaum imigran Tiongkok yang menetap tersebut. Hal itu dapat kita lihat dalam ornament kelenteng maupun bentuk bangunan karya orang Tionghoa di Sumenep.

Lebih-lebih ketika di Jakarta (dulu Batavia) terjadi pergolakan Geger Pacinan (juga dikenal sebagai Tragedi Angke; dalam bahasa Belanda: Chinezenmoord, yang berarti “Pembunuhan orang Tionghoa”) merupakan sebuah pogrom (penghancuran besar-besaran terhadap suatu etnis dan lingkungannya) terhadap orang keturunan Tionghoa di kota pelabuhan Batavia. Kekerasan dalam batas kota berlangsung dari 9 Oktober hingga 22 Oktober 1740, sedangkan berbagai pertempuran kecil terjadi hingga akhir November tahun yang sama. Eksodus etnis Tionghoa pun banyak manuju daerah Timur khususnya di Sumenep.

Untuk pertama kalinya, paguyuban Tionghoa Sumenep menunjukkan jatidiri partikularnya. Masyarakat Sumenep mendadak diingatkan bahwa diantara mereka ada komunitas Tionghoa yang memiliki peran kesejarahan penting. Ditampilkannya Barongsai di depan Masjid Jamik, sontak mengingatkan masyarakat Sumenep kepada Lauw Piango, arsitek Tionghoa pembangun masjid Jamik Sumenep, yang saat ini tercatat dalam sejarah Nasional sebagai satu dari sepuluh masjid dengan gaya arsitektur terindah.

“Tidak hanya itu, banyak hal yang harus kita akui bersama bahwa hal-hal yang berbau Tionghoa banyak menghiasi tradisi di Sumenep. Contoh, hampir semua menu masakan resepsi pernikahan di Sumenep adalah masakan Tionghoa, seperti Cake yang berasal dari Kata “Cah” (sayur) dan “Ke” (ayam), Banyak lagi hal lain menu masakan Tionghoa seperti tahu yang berasal dari kata “Tofu”, soto yang berasal dari kata “sauto”, nasi goreng, Cap jay dan lain sebagainya,” terang Edhie sembari tersenyum.

Tidak hanya itu saja, bahwa beberapa tokoh terkenal di Sumenep adalah termasuk keturunan Tionghoa, seperti D. Zawawi Imron dan Abdul Hadi WM, yang keduanya adalah penyair terkenal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.