Trunojoyo Merebut Istana Mataram

Merebut Istana Mataram

Pasukan gabungan Madura-Makassar pun mulai melancarkan tekanannya terhadap Mataram. Dalam perjalanannya menaklukkan daerah-daerah kekuasaan Mataram, Trunojoyo kembali mendapat dukungan yang membuat kekuatannya semakin bertambah.

Salah satu dukungan untuk Trunojoyo diberikan oleh Panembahan Giri dari Surabaya (Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, 2006: 94). Keturunan Sunan Giri (anggota Walisongo) ini masih menyimpan rasa sakit hati terhadap Amangkurat I atas pembantaian ulama yang terjadi pada 1648.

Trunojoyo juga dibantu Kesultanan Banten yang memang berselisih dengan Mataram pasca-Sultan Agung. Relasi Banten-Mataram memburuk akibat ulah Amangkurat I. Kebetulan pula, seperti dikutip dari Catatan Masa Lalu Banten karya Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari (1999), Banten berhubungan baik dengan Makassar yang telah mendukung Trunojoyo melalui Karaeng Galesong (hlm. 152).

Pasukan Trunojoyo menjelma menjadi kekuatan besar yang menakutkan. Satu demi satu, wilayah-wilayah kekuasaan Mataram berhasil ditundukkan, termasuk Surabaya, Tuban, Lasem, Rembang, Demak, Semarang, Pekalongan, Tegal, hingga Cirebon. Sebagai puncaknya, Trunojoyo pun bersiap menyerang pusat kekuasaan Mataram di Yogyakarta.

Melihat situasi terkini yang kian gawat, Pangeran Adipati Anom, putra mahkota Mataram yang mengajak Trunojoyo melawan Amangkurat I, menjadi sangat khawatir bahkan ketakutan. Ia kemudian berbalik mendukung ayahnya untuk bersama-sama menghadang perlawanan Trunojoyo. Ini terjadi pada Oktober 1676.

Trunojoyo menggerakkan pasukannya menuju Plered (kini termasuk wilayah Kabupaten Bantul, Yogyakarta) di mana Amangkurat I bertakhta. Amangkurat I yang saat itu sedang dalam kondisi sakit ternyata ciut nyalinya dan melarikan diri ke arah barat.

Dalam pelariannya, sakit yang diderita Amangkurat I semakin parah. Penguasa Mataram ini akhirnya menghembuskan nafas penghabisan di suatu tempat di dekat Tegal (kini salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah) pada 1677 (Sutrisno Kutoyo, Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta, 1997: 108).

Di pihak lain, pasukan gabungan pimpinan Trunojoyo tiba di Plered pada 2 Juli 1677. Tanpa kesulitan berarti, pusat pemerintahan Mataram itu bisa direbut dan diduduki meskipun sang penguasa telah melarikan diri. Trunojoyo kemudian mengawini salah seorang putri Amangkurat I

Tulisan bersambung

  1. Perlawanan Trunojoyo Terhadap Mataram
  2. Trunojoyo Merebut Istana Mataram
  3. Trunojoyo Tertangkap dan Dihukum Mati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.