Tembang Madura, Pengaruh Jawa?

Mengingat ada pengaruh Jawa pada kebudayaan Madura maka tembang, seperti yang terdapat dalam kesusastraan Jawa, juga ditemukan di Madura. Pupuh asmaradhana di Jawa, disebut kasmaran di Madura. Selanjutnya sinom disebut senom, kinanti disebut salanget, pangkur disebut pangkor, dan tembang pucung tetap disebut pucung. Guru lagu atau huruf vokal terakhir pada tiap-tiap larik pada tembang Madura persis sama ketentuannya dengan tembang Jawa. Demikian pula guru wilangan atau jumlah suku kata pada tiap-tiap larik persis sama. Sebagai contoh kita bandingkan dua buah pupuh dhandhenggula yang dalam bahasa Madura disebut artate:

 Jawa :             

Ana kidung rumeksa ing wengi

Teguh ayu luputa ing lara

Luputa bilai kabeh

Jim setan datan turun

Paneluhan tan ana wani

Miwah panggawe ala

Gunane wong luput

Geni atemahan tirta

Maling adoh tan ana ngarah mreng mami

Guna duduk pan sirna

Madura:   

                     Sorabaja, Kamal, laban Pedheng

Ka Bangkalan, Nyrondhung, Tanamera

Talengko’, Jaterongkange

Baliga, Jrengnge’, Torjun

Koththa Sampang laban Nyamplonge

Cacere’ laban Baranta

Pamekasan pniku

Arsoji laban Duwara

Paragaan, Kopedhi laju Engdhake

Tambangan, Kolor, Pakoththan

Tembang-tembang berbahasa Madura pada awal abad ke-20 banyak sekali ditulis orang. Sebagian menceriterakan kisah-kisah atau hikayat zaman dahulu, seperti cerita anglingdarma karangan Sosrodanoekoesoemo. Bahkan ada lagi sastra tembang “Babat Basoke” yang menceriterakan keberanian ke Birabrata dan pasukannya yang membantu Kompeni Belanda Memadamkan pemberontakan Untung Surapati di Pasuruan. Pengarangnya menulis kisah ini dengan relevansi politik yang memihak penjajah.

Di antara tembang-tembang itu terdapat juga yang tidak naratif, tapi hanya merupakan gambaran saja dari sebuah keadaan dengan gaya yang humoristis dan sekaligus sebagai sampiran bagi tembang berikutmnya. Pada tembang jenis ini terdapat kata-kata yang penuh bunyi-bunyi ritmis :

Palekker anona embi’

Palokkor medal dh ijaran

Se nerbak mosthe dhi sape

Tamanco’ tanto dhi ajam

Ngalarkar dhari gaja

Ko’-nongko’ klowar dhi mano’

Kan kecceng dhari panassa

 

Ker-mekker nyare kadhibi’

Asokkor pas nemmo jalan

Abak padhdhang dha’ ka ate

Co’-nglanco’ po’lot abanjan

Lakar nattol dha’ baja

Markoko’ cara no’-ngono’

Pas kenceng pejer nolesa

Penggubahan tembang Madura setelah zaman kemerdekaan kebanyakan berupa tembang-tembang pendek yang apabila membicarakan sebuah ide atau seorang tokoh cukup secara impresif. Tembang tentang pahlawan Trunojoyo yang di cukupkan hanya dengan dua bait dikarang oleh O. Sd. Yang merupakan inisial dari sastrawan Oemar Sastrodiwirjo, saya kutipkan seluruhnya, jenis tembangnya kinanti:

Koththa Sampang babarepon

Pahlawan ponjul melagin

Sang Tronajaya asmana

Gumate se abillain

Seppe tadha’ pangambrina

Ngemmongdha’ Indonesia adi

Parjuga dadiya conto

Pahlawan se moktesare

Onggul perrang dha’ tandhingga

Landhep pelak junjunagin

Bala Kompenni Blanda

Etompes pon tadha’ kare

Terjemahan bebasnya:

Kota Sampang tempat kelahiran

Pahlawan unggul menakjubkan

Bernama Trunojoyo

Sungguh-sungguh ia membela

Tanpa pamrih bagi dirinya

Hanya untuk kejayaan Indonesia

Pantas sekali menjadi teladan

Seorang pahlawan yang muktisari

Unggul dalam peperangan

Sukar dicari tandingannya

Cerdik, pandai dan jujur

Bala tentara Kompeni Belanda

Ditumpas sampai habis

 Gaya bombasme pada tembang di atas tak lain untuk menyalakan semangat pada saat awal bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Kalau dahulu terdapat pencipta tembang yang memihak pemerintah Bwlanda maka wajar sekali sebagai pengarang yang punya sikap, kalau Oemar Sastrowirdjo memihak kepada bangsanya sendiri yang sedang berjuang.

Meskipun tembang Madura banyak ditulis orang, namun pada kenyataannya yang populer di kalangan masyarakat Madura sampai sekarang ialah tembang yang berbahasa Jawa. Upacara ruwatan atau rorokadan dengan ceritera tembang yang mengisahkan Pandawa dan Betarakala; upara mamapar atau potong gigi sekaligus mengantar penganten, dengan ceritera tembang Maljuna; selamatan kandungan atau peret kandhung dengan ceritera Yusuf; memperingati Isra’ dan mi’raj dengan ceritera Me’raj, dan lain-lain. Semua dengan tembang berbahasa Jawa kemudian diterjemahkan oleh penerjemah yang disebut tokang tegges yang mengalihbahasakan secara prosais ke dalam bahasa Madura.

Tembang-tembang berbahasa Jawa bukan hanya terdapat pada kalangan rakyat jelata di pedesaan. Di kalangan bangsawan tembang-tembang Jawa dulunya menjadi salah-satu kegemaran. Hal ini mungkin karena terdapat data karya pujangga keraton yang berbobot, sehingga orang-orang lebih memilih tembang berbahasa Jawa.

Upacara mamapar (potong gigi) ialah acara yang paling bergengsi dalam penampilan tembang berbahasa Jawa di Madura. Acara ini diadakan apabila ada pernikahan. Dari pihak penganten laki-laki mengirimkan sekawanan tukang tembang ke rumah pihak penganten perempuan. Di pihak penganten perempuan juga menyediakan tukang tembang lengkap dengan penerjemahnya (tokang tegges Madura).

Semua pria yang berpakaian adat Madura itu duduk melingkari arena, kemudian secara bergantian menembang. Agar masyarakat yang tidak bisa berbahasa Jawa itu mengerti apa yang ditembangkan, maka tokang tegges (penerjemah) yang menerjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Madura dengan gaya dan teknik vokal yang khas.

Masing-masing penerjemah menerjemahkan dengan improvisasi dan gaya pribadinya masing-masing. Dalam acara ini penerjemah itulah yang banyak berperan penting agar cerita yang dituturkan dalam tembang dapat di mengerti oleh para penonton.

Dalam upara ini kadang-kadang irama tembang diiringi oleh pukulan gamelan dan suara suling. Sebelum tahun 1990-an di Kecamatan Batangbatang dan Dungkek upacara mamapar ini banyak dijumpai, hampir setiap ada pesta perkawinan ada pembacaan tembang. Akan tetapi setelah anak-anak di pedesaan sudah mendapatkan pendidikan SMP, rata-rata tidak mau  dipotong giginya ketika hendak di kawinkan. Maka upacara mamapar (potong gigi) itu sudah mulai jarang dilakukan. (dzi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.