Sejarah Masuknya Agama Islam di Sumenep (Bag. 1)

Tadjul Arifien R
masjid agung sumenepmbnail
Masjid Jamik Sumenep, lambang peradaban Islam di Sumenep

Di Sumenep, masyarakat banyak mengetahui bahwasanya penyebar  agama Islam adalah Syayyid Ahmadul Baidhawi atau yang dikenal dengan Pangeran Katandur sekitar pemerintahan Pangeran Lor dan Pangeran Wetan atau sekitar tahun 1550-an yang kuburannya berada di desa Bangkal sebelah Timur kota Sumenep dan dikenal dengan nama Asta Sabu. Jauh sebelumnya atau sekitar tahun 1400-an ada juga ulama penyebar agama Islam yang bernama Raden Bindara Dwiryopodho dikenal dengan nama Sunan Paddusan, namun menurut cerita para pengamat sejarah masih ada penyiar agama Islam yang lebih awal di Sumenep, yakni sekitar pemerintahan Panembahan Joharsari di tahun 1330-an, yang ceritanya sebagai berikut.Sebelum menceritakan tentang masuknya agama Islam di Sumenep, maka terlebih dahulu akan dijelaskan tentang masuknya agama Islam di Indonesia, terutama ke pulau Jawa, agar tidak terjadi kebingungan bagi para pembaca, juga karena hal tersebut sangat mempunyai kaitan sangat erat. Didalam mengutarakannya nanti akan dibagi dua fase yakni fase pertama dan kedua.

Tulisan bersambung

  1. Sejarah Masuknya Agama Islam di Sumenep (Bag. 1)
  2. Sejarah Masuknya Agama Islam di Sumenep(2)
  3. Sejarah Masuknya Agama Islam di Sumenep (Bag. 3)

Masuknya Agama Islam di Indonesia

Berbicara tentang masuknya agama Islam di Indonesia (Nusantara), para peneliti sejarah telah melakukan seminar sebanyak dua kali yang membahas masalah tersebut yakni di Medan dan Aceh. Yang dalam kesimpulannya Seminar di Medan (Saifudin Zuhri, 1981, h, 176) maupun Seminar Aceh (Hasjimy, 1981, h. 12) serta penilaian ulang dari teori-teori tentang kedatangan Islam (Azzumardi Azra, 1995, h. 24-36) memperkuat pendapat bahwa kedatangan Islam di Nusantara adalah pada abad pertama hijriyah atau sama dengan abad ke tujuh dan delapan masehi, dan langsung dari Arab, melalui kontak perdagangan Internasional.

Sehubungan dengan ini perlulah kiranya ditekankan bahwa jauh sebelum abad ketujuh Masehi telah terjalin hubungan ekonomi – dagang antara bangsa Arab denga bangsa Indonesia, yaitu sejak awal tahun masehi, atau tepatnya sebelum runtuhya kerajaan Himyar di Yaman (A. Muhyiddin Al Allusi, 1992, h. 12). Karenanya dapat dipastikan bahwa sebelum kedatangan agama Islam telah terdapat komunitas-komunitas pedagang Arab yang bermukim ditempat-tempat peristirahatan (pelabuhan) termasuk di Nusantara. Dari kondisi yang demikian akan timbul problema yang terkait dengan perembesan budaya lokal yang  sejauh mana terhadap penyebaran serta perkembangan agama Islam selanjutnya.

Kiranya perlu dipelajari lebih jauh tentang :

  1. Bagaimana posisi Nusantara dalam hubungan Internasional tersebut, apakah sebagai tempat persinggahan ataukah sebagai tempat tujuan utama.
  2. Bagaimana peran Muballigh bangsa Indonesia pada periode awal penyebaran agama Islam ?

Apakah tidak mungkin tersusun suatu teori yang mengetengahkan tentang peran aktif Muballigh Indonesia dalam “menjemput” ilmu agama di Arab dan menyebarkan di tanah air sendiri, sebagaimana teori Brahmana yang dikemukakan oleh Van Leur (1955), mengenai siapa pembawa pengaruh Hindu di Nusantara. Memang pernah dikemukakan pendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dengan perantara para pedagang Indonesia sendiri, yang sudah membawa barang dagangannya ke Teluk Arab/Persi sejak abad ketujuh masehi (A. Muhyiddin Al Allusi, 1992, h. 22). Namun sayangnya pendapat ini belum memiliki argumentasi yang kuat, sehingga masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Responses (3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.