Masjid Agung Sumenep: Arsitektur Peradaban Bangsa Dunia

Terdapat pula kubah kecil di puncak bangunan yang ada di sudut kanan dan kiri halaman masjid, nampak mewakili arsitektur Arab-Persia. Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas yang menjulang tinggi berbentuk tajuk mengingatkan kita kepada bentuk-bentuk candi di Jawa dan kerajaan Hindu di Bali. Tidak hanya itu, ada pula penambahan ornamen-ornamen yang menggunakan warna-warna cerah menyala, yang secara tegas menggambarkan corak bangunan dari Gujarat-Cina. Semakin kental atmosfirnya ketika berada di bagian dalam bangunan utama. Perhatikan mihrab masjid yang berusia 799 tahun, pada mimbar khotbah, hingga ornamen seperti keramik yang menghiasi dindingnya.

Dari tinjauan arsitektural, mesjid Agung Sumenep memang telah menjadi bukti adanya akulturasi kebudayaan pada masa silam di kabupaten paling timur Pulau Garam ini. Dengan memperhatikan fisik bangunannya saja, seperti menganut eklektisme kultur desain dengan menggabungkan berbagai unsur budaya.

Sejarah telah mencatat, pembangunan mesjid Agung dimulai pada tahun 1779 dan selesai tahun 1787. Terhadap masjid bersejarah ini, Pangeran Natakusuma I berwasiat yang ditulis pada tahun 1806, bunyinya sebagai berikut;

“Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid ini wakaf, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dijual, dan tidak boleh dirusak.”

 (Syaf Anton Wr/ dihimpun dari berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.