Lauw Piango, Arsitek Mesjid Agung Sumenep
Mesjid Agung berdiri di tengah kota Sumenep. Pintu masuknya persis berhadapan dengan Taman Kota Adipura Sumenep. Letak mesjid ini tidak terlalu jauh dengan bangunan sejarah lainnya yang ada di kota Sumenep, seperti Keraton Panembahan Sumolo.
Mesjid ini merupakan salah satu dari mesjid tertua yang ada di Indonesia dan masih terawat dengan baik hingga saat ini. Mesjid Agung Sumenep dibangun atas prakarsa dari Panembahan Sumolo atau Pangeran Natakusuma I (1762-1811). Dan sebenarnya, mesjid ini adalah pemugaran dari mesjid Laju yang dibangun oleh Pangeran Anggadipa, beliau sendiri pernah pula menjabat sebagai Adipati Sumenep (1626-1644). Kala itu, Pangeran yang memiliki nama asli Aria Asirudin Natakusuma, menganggap mesjid Laju sudah tidak dapat lagi menampung jumlah jemaah Islam di kota Sumenep yang semakin bertambah.
Rencana pemugaran mesjid Agung Sumenep dilakukan setelah pembangunan Keraton Sumolo selesai dikerjakan, yakni sekitar tahun 1752.Merasa puas dengan melihat hasil karya seorang arsitek Cina dalam membangun keraton Sumolo, kemudian beliau menugaskan kepada arsitek tersebut untuk merancang sekaligus memugar masjid Laju.
Adalah Lauw Piango, seorang arsitek China yang diberi kepercayaan untuk merancang dan membangun mesjid Laju, yang sekarang dikenal dengan nama masjid Agung Sumenep. Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing yang merupakan satu dari enam orang China yang pertama datang dan menetap di Sumenep. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari kota Semarang akibat adanya perang “Huru-hara Tionghwa” (1740 M).
Lauw Piango seakan-akan telah melakukan kolaborasi arsitektur lokal dengan arsitektur Arab, Persia, India dan Cina. Kolaborasi tersebut merupakan representasi dari kehidupan sosial budaya yang berkembang pada masa itu.
Lihat saja bentuk gerbang utama mesjidnya yang melengkung terbuat dari kayu. Bentuk pintu gerbang yang sama dengan pintu gerbang Keraton Sumolo. Diatas pintu gerbang utama terdapat bedug ukuran besar peninggalan mesjid Laju. Sebagai penyanggah gerbang utama yang kokoh dan besar, dibangun pula tembok bagian depan yang setebal setengah meter. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa corak kebudayaan Portugis tampak nyata pada bangunan bagian depannya.