Masa Kejayaan Kerajaan Sumenep Pra Islam

Meskipun peran Aria Wiraraja diperdebatkan, apakah dia pengkhianat atau bukan, namun penggunaan gelar Aria pada masa Majapahit adalah suatu kehormatan. Tercatat ada empat raja Sumenep yang menggunakan gelar Aria sebelum Islam diperkirakan masuk pada masa kepemimpinan Panembahan Joharsari, yaitu Aria Wiraraja, Aria Bangah, Aria Lembu Suranggana Danurwenda, dan Aria Asrapati. Dikisahkan dalam Nagara Kratagama, orang yang berhak menyandang gelar Aria adalah yang perbuatannya benar-benar pantas diteladani.

“Ndan sang ksatriya len bhujangga resi wipra yapwanumarek, ngkane hobning asoka munggwi hiringing witana mangadeg, dharma dhyaksa kalih lawan sangupapatti sapta mandulur, sang tuhwaryya lekas pangaranaryya yuk -/- ti satirun”.[4]

Dari sini dapat diambil suatu pendapat bahwa raja-raja Sumenep, khususnya keempat raja di atas memiliki suatu kedudukan yang cukup tinggi di mata Majapahit. Setelah Aria Asrapati, raja Sumenep tidak lagi menggunakan gelar Aria, tetapi Panembahan (Panembahan Joharsari). Penggunaan gelar Panembahan itulah yang menjadi pertanyaan banyak orang, apa sebab yang mempengaruhi tidak digunakannya lagi gelar Aria oleh raja Sumenep. Dari tutur cerita yang berkembang, Panembahan Joharsari diislamkan. Namun, pendapat itu sulit dibenarkan, karena bukti-bukti yang kurang mencukupi.

Terlepas dari perdebatan tersebut, sebagai bagian dari Kerajaan Majapahit, Sumenep diharuskan untuk membayar upeti setiap bulan. Kebijakan itu merupakan bentuk kesetiaan kepada Majapahit. Disebutkan dalam Nagara Krtagama bahwa bila ada kerajaan bawahannya yang membangkang, semua akan diserbu habis-habisan oleh angkatan laut Majapahit. Sehingga tidak mustahil raja Sumenep juga mengambil pajak dari rakyatnya untuk selanjutnya diserahkan kepada raja Majapahit. Raja di Sumenep juga dalam setiap periode tertentu mendatangi raja Majapahit bersama raja-raja bawahan Majapahit lainnya untuk berkumpul menghadap. Mereka datang untuk menyerahkan segala persembahan dari wilayahnya, di Nagara Krtagama diceritakan bahwa persembahan itu dapat bermacam-macam, seperti ayam, kambing, kerbau, sapi, anjing, dan pakaian. Tetapi beberapa sumber menyebutkan bahwa dari pemerintahan Aria Wiraraja di Sumenep sampai pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit, Sumenep dibebaskan dari pembayaran upeti, baru setelah Majapahit diperintah Wikramawardhana, Sumenep kembali ditarik untuk menyetor upeti.[5]

Dalam soal hubungan kekerabatan, De Graaf dan Pigeaud menyebutkan bahwa terdapat hubungan beberapa keluarga Sumenep dengan bangsawan di istana Jawa. Para raja berkewajiban menyerahkan upeti-upeti tertentu kepada raja tertinggi di Jawa dan pada beberapa waktu datang menyatakan kesetiaan mereka, antara lain memberikan uang pengakuan, melakukan kunjungan kehormatan, dan ikut serta dalam pesta-pesta di istana.[6]

Untuk pola suksesi kepemimpinan raja Sumenep, bila merujuk pada silsilah raja-raja Sumenep, kekuasaan raja diturunkan melalui pola kekeluargaan. Sejak penunjukkan Aria Wiraraja sebagai raja di Sumenep oleh Prabu Kertanegara, Sumenep dikuasai oleh keluarga keturunan Aria Wiraraja. Setelah Aria Wiraraja mendapatkan kekuasaan yang lebih besar, yaitu Jawa Timur bagian timur, kekuasaan di Sumenep diberikan kepada putranya, Aria Bangah, yang kemudian diberi gelar Aria Wiraraja II. Lalu, setelah kekuasaan Aria Bangah, kekuasaan berpindah kepada Aria Lembu Suranggana Danurwenda, putra Aria Bangah. Pada tahun 1311, Aria Lembu Suranggana Danurwenda diganti oleh anaknya, Aria Asrapati. Setelah Aria Asrapati, kekuasaan dipegang oleh Panembahan Joharsari, putra dari Aria Asrapati. Suksesi kepemimpinan di Sumenep pra-Islam berlangsung damai, tanpa pertumpahan darah, tidak seperti yang dilakukan oleh para raja Singasari. [Lontar Madura]

____________

4 Lihat Kakawin Desa Warnnana Nagara Krtagama suntingan I Ketut Riana (2009), “Para Ksatria, Pendeta, bila hendak menghadap, berdiri di bawah pohon Asoka di sisi bangunan terbuka —witana, pengawas dharma bersama tujuh orang upapatinya, yang berhak menyandang gelar Aria adalah yang perbuatannya benar-benar pantas diteladani”.
5 Iskandar Zulkarnain, Op.Cit., Hal. 51
6 Huub de Jonge, Madura Empat Zaman Dalam Empat Zaman: Pedagang, Perdagangan Ekonomi, dan Islam Suatu Studi Antropologi Ekonomi, Jakarta: Gramedia, 1989, hal. 46.

Tulisan bersambung:

  1. Masa Kejayaan Kerajaan Sumenep Pra Islam
  2. Raja-raja Sumenep yang Berkuasa Masa Pra Islam
  3. Peperangan Periode Koloneal di Tanah Sumenep
  4. Kerajaan Sumenep Masa Periode Islam
  5. Masa Keemasan Zaman Sultan Abdurrahman
  6. Pengaruh Islam dalam Sistem Birokrasi Pemerintahan Sumenep
  7. Hubungan Kerajaan Sumenep dengan Belanda
  8. Pengawasan VOC Tidak Seketat Madura Barat
  9. Konflik yang Mengakibatkan Keruntuhan Kerajaan Sumenep

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.