Chandra Hassan Pejuang Pantang Menyerah

Firasat kurang baik benar karena setelah pemimpin Resimen Jokotole itu selesai sholat shubuh tiba-tiba di sekitar rumah yang ditempati ada suara orang dan banyak orang-orang berlari-lari dan dua orang tentara KNIL (orang Ambon) menerjang pintu kamar dan sambil mengacungkan karabennya berteriak “Angkat tangan keluar!”

Chandra Hassan yang sedang memakai kopyah haji yang diberi pinjam penghulu terus angkat tangan dan keluar kamar. Di luar ada kurang lebih 1 peleton menjaga orang-orang yang sedang ditawan dan sewaktu tawanan itu yang berjumlah lebih 60 orang disuruh naik truk, lalu ada teriakan dari belakang.

“Itulah pak Chandra Komandan Resimen”, ternyata teriakan itu adalah suara bekas sersannya yang bernama Mukbar yang dengan angkuhnya menodongkan senjata pada bekas Komandan Resimennya.Segera timbullah perkelahian tetapi seorang Kapten Belanda melerainya, dengan terus terang Komandan Resimen Jokotole ini mengakui bahwa ia adalah Overste Chandra Hassan. Kapten Belanda itu bersikap tegap menghormat kepada seorang Letnan Kolonel yang menjadi tawanannya. Karena Chandra Hassan menolak untuk di interogasi di lapangan oleh seorang Letnan Muskita (orang Ambon) maka ia lalu dibawa ke Surabaya ditangani oleh Kolonel Rietfeld.

Selama tiga hari ia terus menerus diinterogasi oleh staf A Divisi Belanda, Chandra Hassan tetap pendiriannya, bahwa tindakannya logis dan ia tidak akan menyerah bagaimana pun juga. Tawaran-tawaran dari Jendral Baay dan Kolonel Riedfeld kemudian Van der Plas, Komisaris Polisi Sneep yang membujuknya untuk mau menjadi Kolonel Cakra, Komisaris Polisi, atau menjadi Bupati dengan mentah-mentah ditolak oleh Chandra Hassan dan ia mengatakan bahwa ia sudah bersumpah setia dan saksi Tuhan bahwa ia akan setia pada Republik Indonesia.

Sikap keras yang ditunjukan oleh Chandra Hassan menyebabkan ia dibawa ke penjara Sidoarjo dengan diborgol. Dari penjara Sidoarjo kemudin ia dipindah ke Hoofd Bureau polisi dekat Jembatan Merah Surabaya. Selanjutnya Chandra Hassan dipindah lagi ke sel khusus dan dikumpulkan dengan dua orang gila selama 3 bulan. Pada bulan Pebruari 1948 setelah terjadinya affair Madiun ia diambil dan diperiksa oleh dua orang Auditor Militer Belanda Van der Hoogte. Auditor ini juga menawarkan bantuannya kepada Chandra Hassan kalau ia mau masuk ke dalam pemerintahan negara Madura,  sebagai Bupati, dan Komandan Cakra. Tetapi tawaran-tawaran tersebut dengan tegas ditolaknya.

Dalam sel khusus di antara dua orang gila, Chandra Hassan masih sempat menulis surat laporan kepada Bung Karno, Panglima Sudirman, dan Panglima Divisi Sungkono. Pada bulan Maret 1948 jam 03.00 Chandra Hassan diambil dari sel khusus dan dibawa ketempat interogasi di jalan HBS dan ditanyakan tentang surat-surat yang dikirim ke Yokyakarta.

Karena dalam pemeriksaan ini Chandra Hassan tetap mempertahankan pendirian maka ia dibawa kembali ke penjara Kalisosok dan langsung dimasukkan ke kamar gelap di dalam kamar gelap inilah ia mendekam kurang lebih satu setengah tahun.

 Sidang Pengadilan Belanda

Pada tanggal Oktober 1949 Belanda mulai mengajukan perkara Chandra Hassan di muka pengadilan Militernya di jalan Arjuno Surabaya. Ruang pengadilan penuh sesak dengan orang-orang Madura di antaranya terdapat beberapa orang intel dan Counter Combat. Chandra Hassan masuk ke ruang sidang sambil diborgol tetapi ia msih sempat meneriakan: “Merdeka”Dan dijawab oleh mereka yang hadir dengan gemuruh: “Tetap Merdeka”. Tim hakim terdiri dari 3 orang berpangkat Kolonel tituler di antaranya ialah Mr. Van Doesschaate, Mr. Croen dan seorang lagi bertindak sebagai Auditor Militer ialah Mr. Van de Hogtedengan pangkat Kolonel pula.

Sebagai pembela ada tiga orang pula ialah seorang dari Pemerintah RI Mr. Santoso Tohar, bekas ketua Mahkamah Militer di Madura, dan dua orang pengacara Prodeo dari pengadilan Belanda ialah Mr. Agustin, dan Mr. Lie Soe Tien. Yang diajukan ke muka pengadilan adalah Letnan Kolonel Chandra Hassan, Mayor Hafiluddin, Letnan Dua Shahrul dan Sersan Kohir.

Pukul 09.00 sidang dibuka oleh hakim ketua, kemudian panitera menjelaskan nama-nama yang hadir para terdakwa, saksi dan para pembela. Sebelum auditur membacakan tuduhannya Letnan Kolonel Chandra Hassan minta kesempatan mengtakan eksepsi yang diluluskan pula oleh hakim ketua yang isinya antara lain sebagai berikut.”Kami adalah Letnan Kolonel TNI Negara Republik Indonesia yang syah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.