Sumenep Saat Pemerintahan Tumenggung Yudhonegoro

pendopo-agung

Seperti tertulis dalam sejarah Madura bahwasanya sebelum Pangeran Cakranegara wafat karena pada saat itu Mataram menyerbu Madura dan Pangeran Cakranegara wafat dalam peperangan. Putranya yang bernama Raden Bugan kecil diserahkan kepada pengikutnya untuk dilarikan dan dititipkan kepada Sunan Cirebon.

Setelah dewasa beliau berguru pada Sunan Cirebon, kemudian memperdalam ilmunya kepada Sunan Prapen Giri dan disana bertemu dan bersahabat dengan Pangeran Trunojoyo yang merupakan cucu Pangeran Cakranlngrat I Bangkalan. Setelah cukup menimba ilmu pada Sunan Prapen, Raden Bugan kembali ke Cirebon. Melihat kecerdasan dan kesopanan dan Pangeran Bugan, Sunan Cirebon ingin sekali menjadikan Raden Bugan sebagai pemimpin. Tetapi sebelumnya dia harus mengabdi di Mataram yang kala itu dipertintahkan oleh Sultan Amangkurat II. Selain untuk memmpermudah menuju tahta Sumenep juga sambil belajar ilmu ketatanegaraan dan kepemimpinan di Mataram.

Perlu diketahui bahwa Sutan Amangkurat II bekerja sama atau bisa dikatakan tunduk kepada pemerintah Kompeni Belanda, sehingga banyak negeri bawahan kurang suka terhadapnya. Seperti halnya Sunan Prapen atau yang dikenal dengan Sunan Giri II yang memang cucu Sunan Giri, sangat anti terhadap penjajah Belanda. Karena hal tersebut maka pihak Belanda merasa kurang puas kalau ada salah satu wilayah di Nusantara masih membangkang terhadap kemauannya.

Dengan demikian maka Belanda menyuruh Amangkurat II agar menundukkan Sunan Prapen, tapi Amangkurat II merasa tidak akan mampu melakukannya. Dengan adanya Raden Bugan selaku murid Sunan Prapen yang kala itu mengabdi kepadanya, maka dibuat kesempatan untuk membujuk Sunan Prapen atau bilamana perlu menangkapnya hidup atau mati

Baca juga:

Memang suatu pekerjaan yang berat bagi Raden Bugan, disatu sisi beliau sebagai hamba Sultan Amangkurat II dan disisi lain Sunan Prapen sebagai guru yang patut dihormati dan dijunjung tinggi. Dengan berat hati berangkatlah Raden Bugan ke Giri Kedaton untuk melaksanakan perintah junjungannya dengan membawa tombak pusaka bernama Serang Dayung. Sesampainya di Giri maka diutarakannya maksud serta tujuan yakni atas perintah Amangkurat II agar membujuk dirinya takluk pada Mataram.

Sunan Prapen menolak keras atas kemauan muridnya, karena sudah menjadi prinsip baginya bahwa tidak akan mau kompromi dengan penjajah Belanda termasuk antek-anteknya. Dirinya lebih baik mati daripada harus tunduk. Tak ada kamus dalam batinnya untuk kerjasama dengan kaki tangan penjajah.

Sunan Prapen mengatakan pada Raden Bugan bahwa dirinya rela dibunuh oleh tangan muridnya tersebut dan kepalanya dibawa ke Mataram. Pada dasarnya Raden Bugan tidak tega akan membunuh gurunya, sampai menangis agar Iebih baik gurunya tunduk agar dirinya tidak menanggung dosa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.