‘Sabda’ pemuka agama yang sebenarnya berada dalam wilayah dialektis sering dikonstruksi sebagai wilayah doktrinal yang harus dibela sebagai manifestasi jihad secara subyektif. Penafsiran kedua wilayah itu memunculkan aliran-aliran keagamaan yang tidak jarang menimbulkan konflik keyakinan keagamaan dan integrasi.
Data arkeologis menunjukkan bahwa di desa Paseraman terdapat situs makam Datuk Yulat Haji Abdullah yang diyakini oleh masyarakat setempat berasal dari Sumatera (Melayu). Datuk Haji Abdullah merupakan salah satu penyebar Islam di Pulau Kangean. Di areal Asta desa Sambekate terdapat makam tertua yang dikenal dengan Buju’ Guste yang nisannya bermotifkan surya Majapahit.
Usaha penyebaran agama Nasrani di Pulau Kangean mengalami kegagalan kendati telah dikondisikan di desa Sabesomor sebagai pusat kegiatan misionaris. Bangunan di desa tersebut bergaya Eropa sehingga nama kampung tersebut disebut Kampong Pandita. Islamisasi Pulau Kangean berlangsung sejak dulu sampai dengan saat ini sebagai proses yang tidak pernah selesai.
Respon keyakinan keagamaan orang Kangean dapat dianalisis pada organisasi keagamaan. Adanya variasi respon itu berhubungan dengan aliran pemikiran yang berkembang dalam keyakinan keagamaan mereka yang nampak pada interaksi sosial (Suparlan 2001: 23–33). Pada setiap interaksi sosial, segenap atribut keyakinan keagamaan mereka dilekatkan untuk mengkonstruksi golongan saya (minna) dan golongan mereka (minkum) (Bustami 2001b). Keyakinan keagamaan itu dilegitimasi oleh organisasi keagamaan sehingga semakin menguat.
Organisasi keagamaan yang aktif melakukan kegiatan dakwah di Pulau Kangean adalah MD (Noer 1982; Peacock 1978; Mulkhan 2000), Persis (Federspiel 1996), dan NU (Noer 1982; Haidar 1994). Secara historis, NU di Kangean hadir lebih awal, MD hadir pada tahun 1965, sedangkan Persis pada tahun 1980-an. Dilihat dari segi kuantitas warga NU lebih besar terutama pada tataran kultural, sedangkan MD hanya pada keturunan Cina yang beragama Islam, sebagian kecil priyayi, dan pedagang.