Perempuan Madura dan Media Massa

Pernikahan Dini Perempuan Madura

Pernikahan dini di Madura merupakan fenomena umum. Seorang gadis Madura umumnya akan menikah di usia 16 tahun. Usia yang sebenarnya belum cukup matang baik dari psikologis atau alat reproduksi untuk menikah. Namun, karena alasan takut anak gadisnya tidak laku, maka kebanyakan orang tua menikahkan anak gadisnya sekitar umur 16 tahun (di bawah umur 21 tahun).Dengan adanya pemberitaan ini, citra dan gambaran banyaknya menikah dini di Madura semakin dikuatkan oleh media. Fakta pernikahan dini ini diliput media Oke zone.com edisi 1 November 2014 dengan menurunkan berita ‘Miris Gadis Madura Banyak Menikah di Bawah Umur’.

“Pernikahan gadis yang ada di Pulau Madura, Jawa Timur, masih terbilang dibawah umur.Tidak jarang mereka yang menikah pada usia muda dan hamil, lalu mengalami keguguran.”Berdasarkan hasil pendataan kita, rata-rata perempuan disini menikah pada usia 18 tahun. Bahkan, ada juga yang menikah masih berumur 16 tahun,” terang Kepala BKKBN Kabupaten Bangkalan, Lily S Mukti,” (‘Miris Gadis Madura Banyak Menikah di Bawah Umur, 01 November 2014, Oke Zone.Com).

Fenomena pernikahan dini di Madura sudah menjadi fenomena yang sangat umum. Beberapa penyebab terjadinya pernikahan dini karena faktor budaya dan sosial. Faktor budaya karena ada anggapan dari orang tua, bahwa jika anaknya sudah umur 16 tahun belum menikah, maka ada stereotipe tidak laku. Alasan lain adalah untuk menghindari perzinahan. Merupakan suatu aib besar bagi orang Madura jika ketahuan bahwa anaknya melakukan perzinahan. Zinah bagi perempuan Madura sebagai perbuatan nista, pantangan karena menyangkut harga diri orang Madura.Faktor sosial penyebab nikah dini lebih mengarah pada faktor malu. Jika ada anak gadisnya sudah hamil duluan sebelum menikah, maka tidak ada solusi lain bagi orang tua harus menikahkan anaknya tersebut.

Subordinasi kepada gadis perempuan Madura sungguh besar. Jika melewati umur 16 tahun belum menikah, akan di cap sebagai perempuan yang tidak laku. Mereka seringkali tidak mempunyai hak untuk menentukan dengan siapa mereka menikah. Hak mereka untuk menuntut pendidikan dan karir juga telah terampas dengan adat pernikahan dini tersebut. Ditambah lagi, jika pernikahan mereka gagal (karena faktor umur yang belum matang dan alat reproduksi belum matang), para perempuan itu juga disalahkan dan dicap gagal dalam menjaga keharmonisan keluarga.

Perempuan Madura dan Susuk Kecantikan

Surya online edisi Selasa 9 Juni 2015 menurunkan pemberitaan dengan judul ‘Pasang Susuk Kecantikan di Madura Sebelum Jadi PSK di Batam’. Pemberitaan tersebut intinya tentang seorang mucikari yang tertangkap menjual anak gadis Surabaya untuk dijadikan PSK di Batam. Dalam pengakuannya di persidangan, mucikari mengaku,sebelum pada gadis tersebut dibawa Batam , mereka dipasang susuk kecantikan di Madura untuk membuat pelanggan tertarik.

Dari judul yang dipilih, Surya seolah menggiring opini pembaca bahwa perempuan Maduralah yang menjadi PSK di Batam tersebut. Pemilihan kata ‘pasang susuk kecantikan di Madura’ menimbulkan persepsi bahwa kecantikan perempuan Madura yang alami karena ramuan Madura seolah hilang dan tenggelam dengan kata susuk kecantikan.Hal ini menimbulkan kesan, bahwa kecantikan perempuan Madura tidak alami, namun ada unsur magic didalamnya. Setelah membaca hal ini, pembaca mengambil kesimpulan hati-hati dengan perempuan Madura, jangan sampai berjodoh dengan perempuan Madura, karena di Madura banyak tukang pasang susuk kecantikan.Bagi pembaca yang kebetulan perempuan Madura, hal ini akan memperburuk stereotipe perem­ puan Madura. Image bahwa perempuan Madura tangguh, mandiri seolah hilang dengan adanya pemberitaan ini.

Dengan adanya pemberitaan ini pembaca digiring ke dalam sebuah citra bahwa perempuan selalu menonjolkan penampilannya. Salah satu butir stereotipe feminin adalah perempuan selalu menjaga penampilannya. Konstruksi media memberikan citra pigura. Pigura adalah pajangan yang indah untuk dilihat. Perempuan dalam media dituntut untuk menjaga penampilannya. Semua tubuh perempuan perlu dan harus dirawat, mulai dari rambut, kuku, tangan, kulit, wajah, alis, bentuk tubuh ideal, dll.Semua tubuh perempuan tersebut menjadi komoditi yang dijual oleh media. Perempuan, dalam hal ini, selain menjadi sasaran obyek komodifikasi, sekaligus menjadi model iklan dari produk tersebut. Dalam hal ini, perempuan secara tidak langsung dimanfaatkan oleh media dan pemilik modal untuk menjadi obyek sasaran iklan.

Perempuan Madura Mandiri dan Berani

Radar Madura edisi 21 September 2015 menurunkan sebuah pemberitaan dengan judul ‘Perempuan Harus Mandiri’. Dalam pemberitaan tersebut dituliskan bahwa menjadi seorang perempuan tidak harus tergantung pada orang lain, tapi harus mandiri. Untuk memperkuat pendapat ini, Radar menambahkan kutipan dari seorang perempuan Madura yang bernama Yunita, berikut kutipannya:

‘Hanya perempuan yang memiliki kelebihan yang bisa hidup mandiri.”Kebanyakan, perempuan biasa dimanja. Makanya, sulit menemukan perempuan mandiri,” ungkap Yunita Kusumaningrum. Perempuan berparas keibuan itu ingin hidup mandiri.Menurut dia, dalam persoalan pribadi, perlu adanya komitmen. ”Selama saya bisa mengerjakan dan menyelesaikan sendiri, tidak perlu merepotkan orang lain,” katanya.” (‘Perempuan Harus Mandiri’, 21 September 2015, Radar Madura)

Dengan pemberitaan tersebut, Radar ingin menegaskan bahwa perempuan Madura tidak selamanya terbelakang dan bodoh. Pemberitaan tersebut memberikan citra yang positif tentang perempuan Madura kepada pembaca bahwa perempuan Madura sebagai sosok yang mandiri, dan ulet.

Keberanian perempuan Madura linier dengan keberanian perem­puan­ Madura. Keberanian perempuan Madura sudah dike­ nal dan menjadi salah satu sterotipe positif yang melekat kuat. Salah satu jiwa keberanian perempuan Madura adalah dalam hal berwirausaha. Image tersebut digambarkan dengan jelas oleh Radar Madura edisi 17 September 2015 yang menurunkan pemberitaan dengan judul ‘Perempuan Harus Berani’. Radar mewawancarai seorang gadis Madura dan memuat pernyataan gadis tersebut. Berikut kutipannya:

”….. kita memutuskan berwirausaha.Tentu, mau tidak mau harus menjalani usaha tersebut hingga sukses. Namun, jika kita masih ragu dan takut, kapan lagi kita akan berani,” ucap gadis kelahiran 19 September 1993 itu” (Radar Madura, ‘Perempuan Harus Berani’, 17 September 2015)

Dari beberapa media massa yang menjadi subyek penelitian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa image perempuan Madura di media massa beragam. Media massa lokal (Radar Madura) cenderung menggambarkan perempuan Madura dalam hal positif, sedangkan media massa di luar Madura lebib banyak yang mem­ berikan image negatif.

Penampilan Perempuan Madura, Apa adanya, ‘Norak’???

Salah satu image perempuan Madura yang ditampilkan media adalah citra bahwa penampilan perempuan Madura ‘norak’. Hal ini bisa dilihat dari kutipan Kompasiana di bawah ini:

“…… dalam realitasnya saya menyaksikan perempuan Madura sangat praktis. Soal pakaian sering apa adanya. Bahkan bagi sebagian orang luar kadang dibilang “norak” hanya karena pilihan warna yang “ngejreng”. Seringkali yang paling kentara di lengan, gelantungan emas bertengger.Tentu ini khusus perempuan Madura yang the have……...(http://www.kompasiana.com/, 21 Maret 2012)”

Dalam kutipan di atas, bisa kita lihat bahwa perempuan Madura hanya dilihat dari ‘penampilan’ luar saja, itupun dengan citra yang negatif yaitu norak, dengan penampilan ‘ngejreng’. Dalam hal ini kepandaian dan kompetensi perempuan Madura tidak terlihat. Yang terlihat adalah citra perempuan Madura yang jelek, buruk, bodoh dan terbelakang.

Selain keterbelakangan, perempuan Madura juga digambarkan terbagi-bagi dalam beberapa kelas. Ada kelas menengah ke atas (the have) dan perempuan Madura biasa (desa). Tidak jatuh berbeda dengan kelas menengah, gambaran perempuan Madura kelas desa adalah sosok yang sederhana dan tidak fashionable, karena kesehariannya memakai sarung. Kutipan lengkapnya bisa dilihat di bawah ini:

“……Perempuan  biasa  dan  perempuan  desa?Sangat sederhana. Seringkali hanya menggunakan bedak biasa sekedar penanda bahwa ia perempuan. Pakaiannya juga sederhana yang penting menutupi aurat. Kadang bawahnya cukup menggunakan sarung.Ia pandai mele­ katkan sarung itu di pinggang, agar tidak melo­rot. Singkatnya, perempuan Madura itu bukan pesolek” (http://www.kompasiana.com/ )

xxxxxxxxxxxxxxxxxx

Kesimpulan

Dari beberapa media massa yang menjadi subyek penelitian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa image perempuan Madura di media massa beragam. Media massa lokal (Radar Madura) cenderung menggambarkan perempuan Madura dalam hal positif, sedangkan media massa di luar Madura lebib banyak yang memberikan image negatif.

Daftar Pustaka

Eriyanto. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS, 2001.Airlangga

http://www.kompasiana.com/www.kompasiana.com-dardiri/ rahasia-perempuan-madura_550e91c0813311b62dbc63a8, 21 Maret 2012

Kompas edisi 20 Oktober 2015 dalam http://entertainment.kompas. com/read/2014/10/27/182156910/Andien.Batik.dan.Inspirasi. Perempuan.Madura

Kompas online 10 Oktober 2012 dalam http://regional.kompas. com/read/2012/10/10/09324265/Tongkat.Madura.Azimat. Perempuan.Madura

Kurniasari, Netty Dyah, 2010, Gambaran Politisi Perempuan di Media. Surabaya: Universitas Airlangga

Oke Zone.Com 01 November 2014 dalam http://lifestyle.okezone. com/read/2014/11/01/481/1059756/miris-gadis-madura-banyak-menikah-di-bawah-umur

Radar Madura 17 September 2015 dalam http://radarmadura. co.id/2015/09/perempuan-harus-berani/

Radar Madura 21 September 2015 dalam http://radarmadura.co.id/ 2015/09/perempuan-harus-mandiri-2/

Surya    online 9 Juni 2015 dalam http://surabaya.tribunnews.com/ 2015/06/09/pasang-susuk-kecantikan-di-madura-sebelum-jadi-psk-di-batam (surya online)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.