Dalam presentasi Endy, dia membuat sebuah hubungan antara ritual ekonomi dan kekuasaan simbol di sebuah wilayah non pesantren di Madura. Jawa Timur. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tayub cenderung dilihat sebagai seni pertunjukkan yang berubah ke arah dunia penghiburan. Sebaliknya, tayub di Madura memainkan peranan dalam mengkapitalisasikan ekonomi masyarakat lokal dan terus menjagai kekuasaan para pemimpin desa. Endy berargumen bahwa tayub merupakan tarian yang dijadikan sebagai arena mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Endy melakukan penelitian di sebuah pulau kecil di bagian timur Madura yang disebut dengan desa Gapurana. Desa ini berada di Pulau Poteran.
Di Gapurana, tayub biasanya dilakukan selama musim kemarau, diadakan tiga kali dalam satu minggu, dan selama enam bulan. Endy mengacu kepada Heffner bahwa tayub di desa ini menjadi bagian dari ritus Hindu, hal ini karena beberapa masyarakat di Gapurana masih memberikan sesaji dan peribadatan ke sekitar 22 kuburan dan tempat-tempat sakral di Pulau Poteran. Tayub menjadi sebuah kepercayaan bagi masyarakat lokal, tapi telah adalah perubahan dimana tayub berubah dari ritus menjadi seni hiburan. Orang yang paling berkuasa dalam prosesi tayub ini adalah pangelar (broker), dimana ia memprovokasi masyarakat untuk melakukan tayub di pesta-pesta pernikahan. Ada pula tandak/taledhek (penari perempuan di tayub) dan juga ada Kalebun (pemimpin lokal). Orang-orang inilah yang memegang kekuasaan simbolis dalam melaksanan tayub di Gapurana.