Pada Tahun 1931 setelah ia mengundurkan diri dengan pensiun, lalu Sampang dirubah statusnya hanya sebagai Kawedanan saja. Pada tahun 1949 pemerintahan Madura Samoang dijadikan Kabupaten lagi dengan Raden Tumenggung Mohammad Eksan dan diangkat sebagai bupatinya lagi. Setelah muhammad Eksan mengundurkan diri dengan hak pensiun maka Raden Soeharjo ditunjuk sebagai gantinya.
Sebagai pelaksana UU Pokok No.1 Tahun 1957, maka K.H. Achmad Zaini dipilih sebagaiKepala Daerah Tingkat II Sampang sampai UU itu dibekukan dan diganti dengan Penpres No 6 Tahun 1959 aka dualisme kepemimpinan di daerah dihapus.
Selanjutnya melalui pencalonan DPRD-GR Kabupaten Sampang, maka M. Wali Hadi diangkat sebagai Bupati kepala Daerah Kabupaten Sampang Tahun 1960 sampai Tahun 1965. Setelah Wali hadi Mengundurkan diri, R.S. Hafidz Soeroso B.A dicalonkan sebagai gantinya oleh DPRD-R dan diangkat oleh Pemerintah Pusat untuk memegang jabatan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sampang.
Pada Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri. Sewaktu Majapahit mulai mundur di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng, Putera Raja Majapahit dengan Puteri Campa, LembuPeteng akhirnya pergi memondok di Ampel dan meninggal disana.
Yang mengganti Kamituwo di Sampang adalah puterayang tertua ialah Ario Menger yang keratonnya tetap di Madekan. Menger berputera 3 orang laki-laki ialah Ario Langgar, Ario Pratikel (ia bertempat tinggal di Pulau Gili Mandangil atau Pulau Kambing) dan Ario Panengah gelar Pulang Jiwo bertempat tinggal di Karangantang.
Pratikel mempunyai anak perempuan yang kawin dengan Ario Pojok dan mempunyai anak bernama Kiyai Demang (Demangan adalah tempat kelahirannya) setelah Demang menjadi dewasa ia sering pergi ke tempat tempat yang dipandang keramat dan bertapa beberapa hari lamanya disana, pada suatu waktu ia sedang tertidur dipertapaannya ia bermimpi supaya ia terus berjalan kearah Barat Daya kedesa Palakaran.