Kèjhung tersebut juga mengandung peringatan bahwa segala yang dilakukan manusia semasa di dunia akan dikenai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Maka, hendaknya manusia tidak menyia-nyiakan waktu dengan melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji dan dilarang agama, melainkan mengerjakan segala kebaikan dengan niat beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kèjhung menjadi sebuah cara menyampaikan model atau pola-pola perilaku yang merupakan cara yang direstui masyarakat. Kèjhung berisi tentang pengalaman dan penghayatan hidup manusia serta mengandung ajaran-ajaran luhur seputar norma, adat, etika, nilai baik dan buruk. Karena itu kèjhung dapat berfungsi sebagai media tunjuk ajar dalam masyarakat. Berikut contoh.
Mon sèrèna ma’ sèrè konèng
Rokok Ěskok talèna mèra
Mon sakèrrana bulâ ta’ onèng
Sala lopot nyo’on sapora
Terjemahan bebas:
Sirihnya mengapa berwarna kuning
Rokok (merk) Eskok bertali merah
Kalau sekiranya saya salah
Kesalahan mohon dimaafkan
Kèjhung ini mengandung pendidikan kesantunan. Nilai moral yang dapat dipetik dari kèjhung ini ialah sikap rendah hati, tidak angkuh dan tidak sombong. Penutur memohon maaf atas kesalahan yang mungkin tidak sengaja diperbuat. Contoh lain yaitu.
Aèng santer ka debuwân
Ě ambâ’â jung oloan
Orèng nèser pa ongguen
Matoro’a kamalowan
Terjemahan bebas:
Air mengalir deras menuju rawa
Akan dicegah dari depan
Jika menjalin cinta harus dengan keseriusan
Agar terjaga nama baik
Kèjhung ini mencoba memberi pesan terutama untuk generasi muda agar dapat bersikap baik dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Ini bisa dilakukan dengan menumbuhkan sikap serius dan bertanggung jawab terhadap pasangan dalam menjalin cinta agar tetap terjaga nama baik. Nilai yang terkandung ialah nilai kesopanan dalam pergaulan (etika).
Kèjhung secara sadar dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya sebagai bentuk pelestarian. Dari hasil wawancara, sumber mengungkapkan bahwa mereka melakukan pertunjukan bukan sekedar faktor ekonomi, melainkan lebih sebagai ungkapan berkeseniaan. Usaha revitalisasi tidak hanya dilakukan oleh pemikul folklor aktif, namun juga masyarakat yang sadar budaya etnisnya. Penanggap/penyewa menyatakan bahwa alasan mereka menyewa Ludruk ialah karena mampu secara ekonomi dan demi melestarikan tradisi dari generasi-generasi sebelumnya. Kesungguhan usaha tersebut terbukti walau tanpa adanya bantuan dari pemerintah, mereka (kelompok seni Ludruk) tetap menjalankan tradisi pertunjukan dengan swadaya dan swadana mereka sendiri.
Dalam pertunjukan ngèjhung, terdapat suasana budaya: (1) strategi menata hubungan sosial impersonal melalui kesenian kejhung, (2) mempertahankan status dalam masyarakat, (3) adanya konflik sosial menciptakan pola pertahanan tradisional yang memanfaatkan magis proteksi, (4) etos kerja yang tinggi, (5) penghargaan, dan (6) kesetaraan gender. Dalam kèjhung dapat ditemukan falsafah hidup etnis Madura yang berdasar nilai-nilai agama Islam mengenai tanggung jawab terhadap Tuhan, keluarga, dan sesama; kesetiaan; kerukunan hidup; sikap rendah diri; kesabaran; kesopanan/etika; dan sikap berserah diri (pasrah) kepada ketentuan Tuhan YME. Manfaat kèjhung dalam masyarakat ialah sebagai bentuk ekspresi estetis, hiburan, pendukung ekonomi, pemelihara solidaritas dan media kritik sosial, serta sarana pendidikan (pedagogical device) dan syiar agama yang bersifat filosofis dan mengakar pada kepribadian masyarakat etnis Madura di Jember.
Kèjhung sering kali menggambarkan hal-hal yang penting untuk kebudayaan, mentransfer nilai-nilai budaya, serta moral (pandangan hidup). Dengan demikian membantu melestarikan kearifan lokal (local genius) masyarakat kebudayaan. Sayangnya, ini hanya terjadi dalam momen-momen tertentu. Dalam situasi yang lebih formal seperti di sekolah atau lembaga kesenian, kèjhung tidak diajarkan. Ini menjadi masalah fundamental yang dapat berdampak pada kelestarian kèjhung serta nilai-nilai budaya lokal Madura. Harapan ke depan, pemerintah (dinas pariwisata) dapat menjadikan seni ini sebagai aset budaya untuk pengembangan potensi daerah, serta perlu adanya revitalisasi serta inovasi-inovasi baru dalam kèjhung, sehingga sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan dilestarikannya kèjhung, maka nilai-nilai luhur budaya yang dibawanya akan ikut terlestarikan. Adat budaya dan watak ketimuran yang saat ini sangat riskan tergilas budaya modern dapat terjaga. Jika ini berhasil, maka peran kèjhung dalam mempertahankan karakter asli kelompok etnis Madura sangatlah besar. ***