Kehidupan Sastra Madura: Kajian Komprehensif di Pulau Madura dan Diaspora

Topeng dalang Madura (Sumenep) merupakan salah tradisi pertunjukan masyarakat Madura. Dalam pergelarannya juga menyisipkan sastra lisan Madura, dalam bentuk kejung (kidung) dan sejenisnya

Karya Sastra Tulis Modern

Sastra tulis modern Madura mencakup berbagai genre dan telah melahirkan banyak pengarang:

  • Puisi:
    • Een Madoereesch Minnedicht oleh A.A Fokker (Periode Lama).
    • Maesak Apa Marosak oleh M. Wirjo Wijoto (1927) (Periode Baru).
    • “Pesenna Ebu” oleh Suntari Pr. (1959).
    • Karya D. Zawawi Imron: Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982), Madura Akulah Darahmu (1999), Sate Rohani dari Madura (2001), Soto Sufi dari Madura (2002), Jalan Hati Jalan Samudra (2010), Mata Badik Mata Puisi (2012).
    • Karya Abdul Hadi WM: “Tuhan, Kita Begitu Dekat”.
  • Karya Syaf Anton (Kumpulan puisi tunggal Cermin (1990), Kumpulan puisi Bingkai (1993) pengantar Suripan Sadi Hutomo (Pusat Dokumentasi Suriman SH, 1993), Kumpulan puisi Langit Suasana Langit Pujangga, (Penerbit Kaleles, Yogyakarta, tahun 2016, Novel Marlena, Perjalanan Panjang Perempuan Madura, (Bening Pustaka Yogyakarta 2019)
    • Karya Hesbullah: “Némor Kara”.
    • Karya Kadarisman: “Pello Konéng”.
    • Karya Lukman Hakim AG: “Madura”.
    • Karya Kurliyadi: “Landuk”, “Rebba Adikkér”.
    • Karya Adrian Pawitra: “Mon Dika Lakar Bintang”.
    • Karya Faidi Rizal Alief: “Tana se Loka, Tase’ se Berteng”.
    • Karya Ahmad Nurullah: “Setelah Hari Keenam”.
    • Yayan KS : Yayan KS, “Kèjhung Aghung” dan  “Granyeng” (2014) dan sejumlah karyan dari nama lainnya.
    • Karakteristik puisi modern Madura meliputi tidak terikat aturan (dari segi baris, suku kata, dan rima), penggunaan majas atau gaya bahasa, serta berisi ajaran atau panduan hidup. Tema-tema yang diangkat beragam, seperti cerita, pujian (himne), satire, ratapan, asmara (romance), panduan hidup, dan pujian berhutang.   .

Daftar panjang contoh karya sastra Madura, mulai dari bentuk lisan yang sangat tradisional dan meresap dalam kehidupan sehari-hari hingga bentuk tulis modern dengan beragam pengarang dan tema, menunjukkan kekayaan dan keberagaman ekspresi budaya.

Perbedaan antara sastra lisan populis (dikenal luas) dan partikularis (lebih spesifik dan arkais) juga menunjukkan stratifikasi dalam tradisi sastra itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra Madura mampu beradaptasi dengan zaman dan menyerap pengaruh luar sambil tetap mempertahankan identitas intinya.

Tantangan dan Upaya Pelestarian Sastra Madura

Sastra Madura, meskipun kaya dan memiliki sejarah panjang, menghadapi berbagai tantangan signifikan di era modern dan digital, namun juga diiringi oleh berbagai upaya pelestarian.

Tantangan di Era Modern dan Digital

Kondisi sastra Madura saat ini seringkali menjadi subjek perdebatan. Beberapa pandangan menyatakan bahwa sastra Madura “telah mati” karena tidak lagi memiliki majalah berbahasa Madura dan buku-buku berbahasa Madura tidak laku jual, serta kurangnya kader penulis muda. Namun, pandangan lain lebih optimistis, menyatakan bahwa sastra Madura “hanya sepi, bukan mati, masih bisa semarak lagi”. Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya krisis, namun bukan kepunahan total, melainkan periode dormansi yang membutuhkan revitalisasi.

Salah satu tantangan utama adalah pergeseran bahasa dan erosi identitas budaya. Penggunaan bahasa Madura di kalangan generasi muda menunjukkan penurunan, terutama di perkotaan, karena tergeser oleh dominasi bahasa Indonesia. Kondisi ini berpotensi mengancam pelestarian bahasa dan budaya Madura serta mengakibatkan erosi identitas budaya.

Beberapa faktor penyebab pergeseran bahasa ini meliputi:

  • Anggapan bahwa penggunaan bahasa daerah dapat mempengaruhi pendidikan atau dianggap kurang prestisius.
  • Migrasi penduduk dan perkawinan campur (beda daerah dan suku) yang mengurangi penggunaan bahasa Madura dalam keluarga.
  • Kurangnya kesinambungan peralihan bahasa ibu antargenerasi, di mana orang tua tidak lagi menggunakan bahasa Madura dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya.
  • Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahasa Madura di kalangan anak muda, serta ketidakfasihan dalam berbahasa Madura yang halus.
  • Kurangnya kualitas guru bahasa Madura di sekolah, bahkan ada kasus guru pendatang dari luar Madura yang mengajar bahasa Madura.

Selain itu, kurangnya kader penulis dan pembaca menjadi masalah serius. Sastra Madura saat ini tidak lagi memiliki kader penulis muda, dan tradisi baca-tulis-lisan di kalangan komunitas sastra Madura juga dianggap lemah.

Ancaman globalisasi dan teknologi digital juga menjadi faktor. Meskipun teknologi digital menawarkan peluang baru untuk penyebaran karya sastra , ia juga membawa tantangan berupa pergeseran minat generasi muda ke bahasa asing dan media yang lebih modern.

Dilema pelestarian sastra Madura di tengah arus modernisasi dan globalisasi adalah masalah kompleks yang berasal dari pergeseran sosio-linguistik, kekurangan dalam sistem pendidikan, dan pengaruh media digital yang meresap. Pergeseran ini secara simultan menghadirkan ancaman terhadap keberlanjutan sastra, namun juga membuka peluang baru untuk adaptasi dan penyebaran.

Upaya Pelestarian yang Sedang Berlangsung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.