Sastra Madura di Luar Pulau Madura (Diaspora)
Kehidupan sastra Madura tidak hanya terbatas di Pulau Madura, tetapi juga menyebar dan berkembang di berbagai wilayah di luar pulau, seiring dengan mobilitas etnis Madura.
Penyebaran Etnis Madura dan Pembentukan Komunitas Diaspora
Etnis Madura merupakan salah satu kelompok etnis terbesar di Indonesia, menempati posisi ketiga atau keempat dengan total populasi sekitar 7.179.356 jiwa berdasarkan sensus 2010. Sekitar 3,3 juta jiwa etnis Madura tinggal di Pulau Madura, sementara sekitar 3 juta jiwa lainnya berdiam di Jawa Timur, terutama di kabupaten Jember dan Banyuwangi.
Kantong-kantong penutur bahasa Madura juga dapat ditemukan di Kalimantan (lebih dari 400.000 jiwa), Jakarta (sekitar 80.000 jiwa), Bali (sekitar 30.000 jiwa), dan Bangka Belitung (lebih dari 15.000 jiwa), serta komunitas kecil di Singapura.
Sejarah migrasi orang Madura ke Jawa Timur, khususnya ke wilayah Tapal Kuda, sebagian besar disebabkan oleh kebutuhan tenaga kerja yang didorong oleh Belanda pada tahun 1800-an. Hal ini mendorong penyebaran mereka ke Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi.
Orang Madura yang tersebar ke seluruh Nusantara ini diakui sebagai “pemerkaya multikultur bangsa”. Data demografi yang luas mengenai penyebaran etnis Madura di luar pulau asalnya dan faktor historis migrasi secara logis menciptakan potensi besar bagi penyebaran dan adaptasi sastra Madura di berbagai wilayah.
Keberadaan diaspora yang luas ini berarti sastra dan bahasa Madura tidak hanya bertahan, tetapi juga berinteraksi dengan budaya lokal di tempat baru, menciptakan dinamika pelestarian dan adaptasi yang unik, sekaligus menimbulkan tantangan pelestarian bahasa di lingkungan baru.
Dinamika Bahasa dan Sastra di Komunitas Pandalungan (Jawa Timur)
Komunitas Pandalungan di Jawa Timur, seperti di Bondowoso, merupakan masyarakat hibrida yang unik karena adanya percampuran dua budaya dominan, yaitu Madura dan Jawa. Meskipun terjadi percampuran budaya, sebagian besar masyarakat Pandalungan tetap berbicara bahasa Madura, menunjukkan pentingnya studi ilmiah tentang diaspora bahasa Madura di wilayah ini.
Sastra wayang Madura, yang tertuang dalam naskah dan pertunjukan tradisi seni baca tulis seperti mamaca atau nembang, termasuk wayang topeng atau dalang topeng, digunakan dalam ritual ruwatan di Banyuwangi dan Jember. Hal ini menunjukkan adanya migrasi budaya yang signifikan dari Pulau Madura ke wilayah timur Jawa Timur, yang dikenal sebagai wilayah Tapal Kuda. Komunitas Pandalungan secara spesifik mengidentifikasi diri sebagai “masyarakat hibrida” dengan percampuran budaya Madura dan Jawa, namun dengan dominasi penggunaan bahasa Madura.
Hal ini mengindikasikan bahwa sastra Madura di wilayah ini kemungkinan besar mengalami adaptasi dan mungkin menghasilkan bentuk-bentuk baru yang mencerminkan identitas ganda. Penggunaan sastra wayang Madura dalam ritual di Banyuwangi dan Jember adalah bukti konkret dari migrasi dan adaptasi budaya ini, menjadikan Pandalungan sebagai studi kasus penting untuk memahami dinamika sastra di lingkungan diaspora.
Keberadaan Sastrawan dan Komunitas Madura di Wilayah Lain
Pengarang Madura yang telah mapan kini tidak hanya aktif menulis di majalah lokal, tetapi juga memperluas jangkauan karyanya ke media di luar daerah, bahkan hingga ibu kota dan luar negeri. Fenomena “diaspora sastra” memang terjadi, dengan semakin banyak “mutiara sastra” atau karya sastra berkualitas yang justru berasal dari Madura dan menyebar ke kancah nasional.
Sastra Madura melampaui batasan geografis melalui sastrawan dan komunitas diaspora. Sumber-sumber yang ada secara eksplisit menyatakan bahwa sastrawan Madura kini menulis untuk media di luar daerah dan bahwa “mutiara sastra” Madura menyebar. Contoh D. Zawawi Imron dan Abdul Hadi WM, yang karyanya dikenal luas dan bahkan diadaptasi ke film, membuktikan bahwa sastra Madura memiliki pengaruh signifikan di luar pulau.
Keberadaan dan aktivitas komunitas seperti KML di Surabaya menunjukkan bahwa sastra Madura tidak hanya dibawa oleh individu tetapi juga dihidupi oleh kelompok di luar tanah leluhur, menegaskan daya sebar dan relevansinya di kancah nasional.
Pengaruh Sastra Madura dalam Kancah Sastra Nasional
Suku Madura yang menempati posisi keempat terbesar di Indonesia, ditambah dengan penyebarannya yang luas di seluruh Nusantara, menjadi modal besar bagi penyebaran sastra Madura secara cepat dan luas di Indonesia. Sastra Madura didasarkan pada nilai-nilai filosofis yang luhur dan lengkap, seperti filosofi nelayan “abantal omba’ asapo’ angen” (berbantal ombak berselimut angin, melambangkan kerja keras) dan “buppa’ bubbu’ guru ratoh” (hormat pada bapak, ibu, guru, dan pemimpin).
Kelengkapan filosofi ini jarang dimiliki oleh sastra dari daerah lain, sehingga memberikan karakter yang kuat dan variatif pada sastra Madura.
Jiwa religius yang kuat pada orang Madura turut mempengaruhi sastra mereka, menjadikannya penuh kebaikan serta berisi pesan moral dan agama. Hal ini sangat cocok dengan budaya Indonesia yang kental dengan budaya ketimuran dan religiusitas.
Sastra Madura memainkan peran besar dalam mengembangkan budaya nasional sebagai komponen penyumbang ide dan semangat, kosakata daerah, filsafat luhur, dan pelindung sastra serta budaya nasional dari serangan budaya asing. Karakteristik intrinsik sastra Madura dan distribusi luas penuturnya secara kausal berkontribusi pada pengaruhnya di tingkat nasional. Sastra Madura tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi lokal, tetapi juga sebagai sumber inspirasi, kosakata, dan nilai-nilai luhur yang memperkaya khazanah sastra dan budaya Indonesia secara keseluruhan, menjadikannya pilar penting dalam identitas nasional.
Contoh-contoh Karya Sastra Madura yang Pernah Berkembang
Sastra Madura memiliki beragam bentuk, baik lisan maupun tulis, yang telah berkembang sepanjang sejarahnya.
Sastra Lisan Populer
Sastra lisan populer adalah bentuk-bentuk sastra yang dikenal luas oleh masyarakat Madura dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari:
- Dhungngeng (Dongeng): Cerita rakyat yang mengandung pesan moral dan harapan. Contoh-contoh terkenal meliputi kisah kepahlawanan Pangeran Trunojoyo, Potre Koneng, asal mula karapan sapi, Sakera, Ke’ Lesap, dan Angling Darma Ambya Madura.
- Syi’ir (Syair/Chants): Puisi yang tersusun dari 4 baris dengan 10 ketukan per baris dan pola rima A-A-A-A. Isinya beragam, mencakup kisah nabi, siksa kubur, pendidikan, agama, dan akhlak. Contoh:
- “Pong-pong ghi’ kene’ ghi’ ngodâ-ngodâ / Pabhâjeng nyare elmo akidâ / Manabi nyabâ dâapa’ ghan dâdâ / Kastana ampon bi’ tadâ’ padâ” (Terjemahan: Mumpung masih kecil masih muda-muda / Rajinlah mencari ilmu akidah / Apabila nyawa telah sampai di dada / Menyesal pun tidak akan ada manfaatnya).
- Parébhâsan (Peribahasa): Ungkapan yang menyampaikan makna tersirat melalui kiasan atau perumpamaan, berisi nasihat atau prinsip hidup. Contoh:
- “Né’-kéné’ cabbhi lété’” (Kecil-kecil cabai rawit), yang menggambarkan seseorang dengan kemampuan kuat meskipun berfisik kecil.
Sastra Lisan Partikularis
Sastra lisan partikularis adalah bentuk-bentuk yang lebih spesifik atau tidak umum, seringkali hanya dipahami oleh kalangan tertentu atau generasi tua:
- Bangsalan: Sastra yang memiliki sifat arbitrer dan hanya diketahui oleh orang Madura, berfungsi sebagai simbol jati diri dan alat pemersatu.
- Puisi Pantun Madura (Sendhilan): Bentuk komunikasi berbalas pantun, biasanya antara laki-laki dan perempuan. Setiap bait (andheggan) terdiri dari 4 baris (padda/biri), dan tiap baris biasanya berisi 8 suku kata (keccap).
- Paparegan: Bentuk sastra lisan lainnya yang disebutkan oleh budayawan Syaf Anton.
- Saloka: Kata-kata bijak yang penuh makna, sering dituturkan dalam berbagai acara ataupun melalui tulisan-tulisan sastra Madura. Contoh:
- “Namen cabbhi molong cabbhi: jhubâ’na oréng gumantong dâri lakona dhibi’” (Menanam cabai memanen cabai: keburukan seseorang bergantung pada perbuatannya sendiri).
- Tembhang Macapat: Menunjukkan pengaruh Jawa, biasanya berisi kisah atau hikayat zaman dahulu. Macapat adalah salah satu dari tiga jenis
tembhang (selain Tembhang Tengnga’an dan Tembhang Raja), dengan Macapat sendiri memiliki 9 hingga 11 macam jenis.