Glundhângan dan Merpati dalam Praktik  Sosial-Budaya

Tangkapan layar Tradisi pelepasan ribuan burung merpati (dhârâ ghettakan), youtube: Lintas Cara

Perlu diketahui bahwa walaupun arisan ini merupakan ruang silaturahmi sesama anggota paguyuban, ketika acara pelepasan mer- pati tetap terasa ada nuansa persaingan antara empu satu dengan empu yang lain. Peraturannya adalah ketika merpati dilepas, merpati tersebut sejatinya sudah tidak bertuan, maka pertarungan kesetiaan merpati terhadap empunya (tuannya) ditentukan saat pelepasan ber- sama. Merpati yang setia terhadap empunya akan mampu pulang ke pajhudhun-nya, dengan demikian si empu juga akan mendapatkan penghormatan dari sesama empu yang lain karena dianggap memiliki ilmu tinggi sehingga mampu membuat merpatinya setia. Sementara itu, merpati yang tidak mampu pulang atau ikut ke koloni merpati lainnya (milik empu yang lain) dianggap tidak setia dan si empu akan menanggung malu karena tidak mampu membuat merpatinya setia, sekaligus menjadi petanda bahwa ia telah kalah dengan kekuatan empu yang membawa merpatinya. Oleh karena itu, walaupun dalam konteks arisan paguyuban, nuansa persaingannya masih terasa kental. Bahkan, ada beberapa empu yang mengaku sebelum datang ke arisan, ia sudah lebih dulu melatih merpatinya selama beberapa hari supaya dapat pulang ke pajhudhun-nya, serta mempersiapkan (mengasah) kekuatan batinnya semalam sebelum arisan (Taufik & Edi, Komunikasi Pribadi, 30 Desember 2018).

Tradisi memelihara merpati juga berkelindan dengan serangkaian pertandingan yang niscaya untuk diikuti oleh setiap empu dan grup paguyuban merpati, seperti tradisi memelihara sapi yang sarat dengan kompetisi laiknya karapan sapi, aduan sapi, atau Sapè sono’. Menurut Bishop (dalam Jonge, 2011), pertandingan-pertandingan hewan merupakan bagian dari ritual masyarakat yang berkenaan dengan kesuburan dan produktivitas tanah. Sebagaimana banyak pertandingan hewan di Indonesia (termasuk aduan sapi Madura), pertandingan hewan selalu dimaksudkan untuk menyenangkan dewa hujan. Kreemer (dalam Jonge, 2011) berpendapat bahwa aduan sapi di Jawa Timur aslinya diadakan untuk menandai peralihan musim kemarau dan musim hujan.



Di Jember, tradisi melepas dhârâ ghettakan (totta’an dhârâ) juga erat kaitannya dengan kegiatan ritual. Seperti halnya pada setiap acara kegiatan selamatan desa atau bersih desa dan upacara perkawinan, tradisi pelepasan merpati ghettakan selalu menjadi syarat wajib bagi masyarakat Jember (Catatan Etnografi, Desember, 2018). Arketipe ritual dalam tradisi merpati ghettakan juga dapat dipilah menjadi beberapa bagian, seperti ritual pendirian pajhudhun, pemasangan gudhi (ikat pada sayap), pelepasan gudhi, melatih merpati, mening- gikan merpati, menjodohkan merpati, memanggil merpati, memper- siapkan pertandingan totta’an dhârâ, pertandingan itu sendiri, dan perayaan nyata. Ihwal ini sama dengan tradisi masyarakat Madura dalam memelihara sapi aduan. Bedanya, tidak ada darah merpati yang dikorbankan di dalam ritual (Jonge, 2011, 92–93). Guna melengkapi selamatan ritual, biasanya empu akan mengorbankan hewan lain, seperti ayam. Darah merpati jarang sekali ditumpahkan, sesekali hanya pada waktu mengambil bulu ketiaknya ketika burung merpati akan dilepas gudhi-nya.

Dalam tradisi dhârâ ghettakan di Jember, ada dua macam jenis pertandingan, yaitu sistem undian (undangan) dan totta’an dhârâ/ tompoan. Pertandingan sistem undian biasanya diselenggarakan oleh perorangan ataupun kelompok (pemerintah) dengan cara mengun- dang beberapa paguyuban merpati dari beberapa desa. Dalam acara tersebut diadakan undian berhadiah (doorprize) seperti kambing, lemari es, kipas angin, sepeda motor, dan lain-lain. Pertandingan sistem undian biasanya diadakan di momen-momen tertentu, seperti Hari Kemerdekaan 17 Agustus, selamatan desa, atau kampanye politik. Seluruh paguyuban yang diundang dikumpulkan dalam arena pertandingan yang luas (biasanya lapangan). Puncak acaranya adalah pelepasan semua burung merpati yang dibawa oleh seluruh peserta paguyuban. Akhir acara ditutup dengan undian berhadiah dan hiburan. Perlu diketahui bahwa dalam pertandingan jenis undian, atmosfer persaingan antar paguyuban tidak terlalu ketat dan panas karena peserta yang bertanding jumlahnya terlalu banyak, sehingga sulit untuk mendeteksi siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Pertandingan jenis kedua, yaitu totta’an dhârâ, merupakan pertandingan (duel) antara dua grup paguyuban merpati yang diselenggarakan secara bergantian dengan sistem kandang dan tandang di lokasi yang sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan dua paguyuban. Biasanya, dua grup yang berduel adalah yang berlainan desa, seperti paguyuban dari Desa Soca Pangepok melawan paguyuban dari Desa Arjasa. Pertandingan totta’an dijalankan melalui kesepakatan dua paguyuban, antara lain mengatur jumlah dhârâ ghettakan yang harus dibawa oleh setiap paguyuban, lokasi totta’an, dan peraturan lain yang biasanya berkaitan dengan aturan-aturan teknis. Pemenang akan ditentukan dari seberapa kuat paguyuban tersebut mempertahankan jumlah burung merpatinya untuk pulang ke pajhudhun-nya masing-masing. Paguyuban yang banyak kehilangan burung merpati atau gagal memulangkan burung merpatinya akan dianggap kalah. Sebaliknya, paguyuban yang kuat mempertahankan merpatinya atau mungkin justru berhasil merebut merpati milik lawannya akan dianggap menang.

Dalam hal ini, penentuan pemenang lagi-lagi ditentukan oleh seberapa besar kesetiaan merpati terhadap para empunya. Empu yang berhasil mendapat burung milik lawannya secara kultural akan mendapatkan penghargaan oleh masyarakat karena artinya ia telah mampu menaklukkan lawannya. Peristiwa mendapatkan merpati milik lawan akan ditandai dengan acara nyata, semacam pesta untuk menyambut merpati yang baru didapat sebagai anggota keluarga baru. Nyata dimeriahkan oleh musik glundhângan dan dihadiri oleh seluruh anggota paguyuban untuk menyambut kemenangan sekaligus sebagai penanda kepada masyarakat sekitar bahwa ada empu yang telah berhasil mendapatkan merpati, serta bertujuan untuk memanas- manasi lawan yang telah ditaklukkan (Ju’ Salam & Sup, Komunikasi Pribadi, 29 Desember 2018). Empu yang menyelenggarakan nyata akan mendapatkan penghormatan dari masyarakat sekitar. Umumnya ia akan disegani oleh masyarakat karena dipercaya memiliki ilmu pengasihan yang tinggi.



Dengan demikian, pertandingan merpati ghettakan tidak me- representasikan simbol maskulinitas seperti dalam pertandingan aduan sapi bagi masyarakat Madura atau aduan ayam bagi masyarakat Bali. Di dalam totta’an dhârâ tidak terjadi judi uang maupun adu fisik hewan jantan, tetapi adu kekuatan kesetiaan antara merpati dan empunya. Jika sapi dan ayam merepresentasikan simbol maskulinitas, burung merpati dalam tradisi totta’an dhârâ merepresentasikan simbol feminitas. Perlakuan dan penggunaan mantra pengasihan terhadap burung merpati ghettakan menandakan bahwa merpati dalam alam pikir masyarakat Madura diposisikan sebagai simbol feminin, berbeda halnya dengan posisi sapi dalam konteks aduan sapi atau karapan sapi. Usaha masyarakat Madura menaklukkan merpati yang ditandai dengan kepatuhan dan kesetiaannya merupakan dominasi sikap maskulin lelaki Madura kepada sosok merpati yang feminin. Relasi antara lelaki Madura dengan burung merpati ghettakan merupakan ejawantah dari sisi maskulinitas masyarakat Madura. Merpati sejatinya merupakan media yang digunakan oleh masyarakat Madura untuk menunjukkan kekuatan ilmu pengasihan. Di dalam totta’an dhârâ, pertarungan sebenarnya adalah pertarungan antar para empu yang saling adu kekuatan ilmu pengasihan. Makin tinggi ilmu pengasihannya maka makin besar peluang burung merpatinya untuk pulang ke pajhudhun-nya dan memenangkan pertandingan.

*****

Diangkat dari ebook Tabbhuwân: Seni Pertunjukan Masyarakat Madura di Tapal Kuda, Bab: Seni Ritual, Penulis Panakajaya Hidayatullah, Penerbit BRIN, 2024.

_________________

Tulisan bersambung

1. Glundhângan dan Merpati dalam Praktik Sosial-Budaya
2. Musik Glundhângan sebagai Medium Komunikasi
3. Cara Komunikasi melalui Musik Glundhângan dengan Merpati dan Masyarakat Sekitar

Writer: Panakajaya HidayatullahEditor: Lontar Madura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.