Tidur di Pasir, Tradisi Masyarakat Pesisir Sumenep

Dari sinilah  hamparan pasir mereka nikmati setiap pagi, siang, sore dan malam hari. Pada siang hari ketika terik matahari, justru  pasirlah yang memberikan kesejukan pada tubuh. Demikian juga pada malam hari, pasirlah yang memberikan kehangatan dalam tubuh.

Pasir disini sangat adaptif dan seakan memiliki pengatur suhu yang bisa menyesuaikan dengan kondisi cuaca. Jika udara terasa panas, tidur di pasir akan terasa dingin. Sebaliknya bila udara dingin, tidur di pasir akan terasa hangat.

Diatas hamparan pasir mereka manfaatkan untuk bercengkrama, tidur-tiduran, bahkan tidurpun diatas hamparan pasir. Dari kebiasaan itulah mereka tidak mau lepas dari pasir.

Uniknya, ketergantungan masyarakat setempat dengan pasir demikian kuat, sehingga tidak mengherankan disetiap kamar, rumah-rumah di perkampungan itu, terdapat sepetak bidang dalam ruang berukuran 3 – 4 meter persegi sebagai tempat istirahan dan tidur mereka.

Bahkan ditempat-tempat tertentu, sebut saja warga yang memiliki kekayaan lebih sehingga memban gun rumah bagus serta perlengkapan perabot yang lumayanpun, tetap mereka menyisakan tempat untuk petak berpasir, bahkan petak-petak itu tidak terpisah dengan difan, ranjang yang berkasur busa empuk sekalipun. Tetap ketika mereka akan menikmati  tidur, lebih pasir.

Bukan hanya tidur, dalam proses kelahiran bayipun mereka lebih suka memilih tempat yang berpasir. Apakah tidak  membayakan kesehatan?

Dalam proses kelahiran ini sekitar tahun 70 -80an memang pernah terjadi perdebatan dengan pihak petugas kesehatan. Dan diteringarai, melahirkan diatas pasir sangat membahayakan bagi si bayi maupun orang tuanya, karena dalam kondisi semacam itu unsur-unsur kotoran dari pasir dapat menyebarkan penyakit. Tapi perdebatan itu hilang begitu saja, dan masyarakat setempat tetap lebih memilih melakukan proses kelahiran di pasir. Dan anak mereka berkembangan sebagaimana mestinya.