
Karakter Sosial Budaya
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bhãghus potѐ tolang, ѐtѐmbhãng potѐ mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.tetapi tradisi lambat laun melemah seiring dengan terdidiknya kaum muda di pelosok desa, dahulu mereka memakai kekuatan emosional dan tenaga saja, namun kini mereka lebih arif dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada.
Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pame kasan) dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama dari pada orang Madura Barat. Orang Madura Barat lebih banyak merantau dari pada Madura Timur. Hal ini, dikarenakan Madura Barat lebih gersang dari pada Madura Timur yang dikenal lebih subur.
Suku Jawa
Suku Jawa adalah suku yang terbesar di Indonesia dengan jumlahnya 90 juta mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni sekitar propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi banyak juga ditemukan yang menghuni provinsi Jawa Barat, Jakarta, dan Banten.
Sebagian besar orang Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam pinutur kesehariannya. Sebuah tin jaun pendapat yang di jalankan oleh majalah Tempo pada awal decade 1990an menunjuukan bahwa 12 % orang Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa petuturan keseharian. Sekitar 18 % menggunakan bahasa campuran bahasa Idonesia dan bahasa Jawa, yang lain menuturkan bahasa Jawa merupakan bahasa utama dalam kesehariannya.
Keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa yang sangat sopan, apalagi menggunakan percakapan keseharian dengan orang yang lebih tua. Bahasa Jawa juga mempunyai arti yang sangat luas.
Sebagian besar orang Jawa menganuti agama Islam, adapula yang menganut Kristen, Protestan dan Katolik. Ada juga yang menganut agama kepercayaan (kejawen), agama Hindu dan agama Budha.
Menurut antropolog Amerika Clifort Geertz, menyatakan bahwa masyarakat Jawa sangat dikenal dengan uhgah ungguhnya, dikenal juga pembagian golongan yaitu strata sosial. Yang imbasnya sangat terasa sampai sekarang. Ketiga kelompok strata sosial itu adalah kelompok santri, priyayi dan abangan. Kaum santri ditujukan oaring Jawa yang beragama Islam taat, kaum priyayi adalah ditujukan pada kelompok yang mempunyai hubungan kuat dengan keratin, sedangkan Kelompok abangan adalah penganut Islam secara nominal atau kejawen.
Gambaran adat dari Proses lamaran sampai perkawinan Pengantin laki-laki maupun pengantin Perempuan Laki-laki Madura perempuan Jawa
Prosesi Adat (Lamaran)
Prosesi lamaran merupakan tahap yang dilakukan sebelum perkawinan berlangsung, yaitu sang calon pengantin laki-laki akan mendatangi kediaman calon pengantin wanita yang bertujuan untuk memastikan bahwa sang calon pengantin wanita bersedia menikah dengan sang calon pengantin pria. Biasanya di suku madura di dahului dengan adanya:
- 1. Ngangѐnѐ (memberi angin / memberi kabar)
Tradisi perkawinan bagi orang Madura dimulai dari tahap penjajakan yang disebut sebagai ngangene. Ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan pihak pria bisa diterima oleh keluarga pihak wanita. Setelah terjadi kesepakatan antara keluarga lanceng (jejaka) dengan keluarga praben (gadis), maka tahapan penjajakn telah selesai dilakukan. Bagi masyarakat Madura yang menjadi bahan pertimbangan agar bisa diterima adalah persoalan agama. Masyarakat Madura tergolong sangat taat pada ajaran agama Islam.
- Arabãs Paghãr (membabat pagar / perkenalan antara orang tua)
Pertemuan kedua keluarga calon mempelai sebagai perkenalan. Pada momen ini, ada tradisi ater tolo dimana keluarga mempelai pria membawakan kosmetik, beras dan pakaian adat Madura untuk mempelai wanita. Kemudian kedua keluarga mengadakan nyeddek temo, yakni penentuan hari dan tanggal pernikahan. Seminggu setelahnya, keluarga perempuan membalas kedatangan keluarga calon mempelai pria dengan membawa hidangan nasi dan lauk-pauknya.
- Nyabã’ Jhãjhãn (melamar)
Sebelum perkawinan dilaksanakan, terlebih dahulu pihak laki-laki mengadakan lamaran (peminta). Alat-alat yang dipersiapkan untuk lamaran antara lain: Sapu Tangan, Minyak Wangi dan Uang Sekedarnya. Ketiga alat tersebut dihantarkan oleh ketua dari pihak laki-laki. alat-alat tersebut adalah sebagai bukti bahwa seorang perempuan telah resmi bertunangan dengan seorang laki-laki.
- Ater Tholo/Teket Betton (alat lamaran)
Dengan berjalannya waktu, tiba saatnya pihak laki-laki untuk mengantarkan alat-alat pinangannya (teket petton). Alat-alat yang diantarkan antara lain: Kocor (cucur), Polot (Ketan) yang sudah dimasak, Sirih dan pinang, Pakaian lengkap seorang wanita, seperti sarung, kerudung, baju, alat-alat perhiasan (Make Up) dll.
- Nyeddhek Temmo (menentukan saat hari perkawinan)
Apabila proses lamaran sudah dilaksanakan maka setelah itu para pihak dari dua keluarga akan menentukan kapan pelaksanaan pernikahan dilaksanakan.
Di masyarakat Madura jika perkawinan ingin dipercepat, biasanya dilengkapi dengan pisang susu yang berarti kesusu tidak ketinggalan sirih dan pisang. Dan seperangkat pakaian dan ikat pinggang (stagen) yang menandakan bahwa anak gadisnya sudah ada yang mengikat.
Setelah itu bawaan dari pihak laki-laki digelar di atas meja di depan tamu dan pini sepuh (sesepuh) dengan catatan bawaan yang dibawa sang laki-laki sesuai dengan kemampuan dari pihaknya. Setelah penyerahan sang gadis dibawa masuk dan pada saat pertengahan acara lamaran gadis tersebut akan dibawa keluar bermaksud untuk diperkenalkan setelah itu sang gadis dipinta sungkeman kepada calon suami dan pini sepuhnya yang sudah siap dengan amplop yang berisis uang untuk calon menantunya.
Setelah para tamu pulang oleh-oleh dari calon pengantin laki-laki dibagikan kepada pini sepuh, sanak familli, dan tetangga dekat bertujuan untuk memberitahukan anak gadisnya sudah bertunangan, pada malam hari calon pengantin laki-laki diajak untuk diperkenalkan dengan calon mertuanya.
Lalu seminggu kemudian akan diadakan kunjungan balasan dari pihak wanita dengan membawa nasi beserta lauk pauknya, seperti 6 piring karang benaci (ikan kambing yang dimasak kecap), 1 baskom gulai kambing, 6 piring ikan kambing masak putih, 6 piring masak ikan ayam masak merah, 6 sisir sate besar-besar (1 sisi 10 tusuk), 2 sisir pisang raja. Balasan jajan untuk calon laki-laki terdiri dari satu tenon nasi beserta lauk pauknya. Setelah acara ini selesai resmilah pertunangan tersebut.
_________________
Tulisan bersambung:
Perkawinan Beda Etnis Suku Madura (1)
Perkawinan Beda Etnis Suku Madura (2)