Pakem Tata Rias Pengantin Madura

Tiga Macam Pakem Tata Rias

Dalam sebuah acara seminar tata rias pengantin yang digelar TP-PKK Sumenep, pakem tata rias pengantin di Madura dibakukan. Dari berbagai narasumber yang meliputi kalangan budayawan, maupun pakar tata rias pengantin, secara garis besarnya ada jenis rias dan busana pengantin, atau istilahnya paes. Yaitu paes legha, kapotren, dan lilin.

Jika dilihat dari aspek sejarah, masing-masing paes tersebut menandakan waktu dipakainya oleh kedua mempelai. Setiap paes dipakai sehari di waktu malam perayaan. Sehingga dari sana bisa diakumulasikan berapa lama ritual pengantin di Madura. Ya, ritual tersebut berlangsung tiga malam.

Setiap malam perayaan dengan tata rias dan busana yang berbeda ini memiliki banyak makna. Ketika di malam perayaan pertama, digunakan tata rias dan busana legha. Riasan ini yang terbilang paling kaya pernak-perniknya. Riasan ini hampir tidak beda dengan paes pengantin di Jawa atau Jogja (paes ageng), kecuali ditiadakannya kinjengan maupun jahitan mata dan jahitan alis pada riasannya paes legha Madura.

Sanggul yang dipakai paes legha oleh mempelai perempuan ialah sanggul gelung malang yang bentuknya menyerupai angka delapan, yang berisi irisan pandan (babur) dan dibungkus rajut panjang. Aksesoris kepala juga beragam, ada kaco’ (hiasan dahi), peces (hiasan di atas kaco’), sisir (hiasan di belakang peces) dan jamang (mahkota).

Disamping itu juga ada hiasan giwang khusus, kalung berbahan kain beludru hitam berbentuk bulan sabit, klat bahu kuning emas, gelang empelan, dan buntalan melati yang panjangnya lebih dari 1 meter. Busana pengantin pria paes legha hampir tak jauh beda, kecuali beberapa tambahan seperti memakai keris dengan untaian melati kering dengan bawang sebungkul.

Ritual malam perayaan pertama ini meliputi beberapa hal. Sedang yang paling utama ialah acara moter dulang, yang mengandung makna siap untuk memutar biduk rumah tangga.

Di malam perayaan kedua digunakan paes kapotren. Busana paes kapotren secara garis besarnya merupakan paduan antara kebaya berbahan beludru dengan kain batik khas Madura yang dikenal dengan sebutan samper sarong. Dalam resepsi ini yang hadir meliputi pini sepuh dan keluarga dekat kedua mempelai saja.

Selanjutnya malam perayaan ketiga atau malam perayaan terakhir. Kedua mempelai dihias dengan paes lilin. Disebut lilin karena busana kebaya yang dipakai berwarna putih. Di kebaya mempelai perempuan juga disematkan riasan melati berbentuk lilin yang merupakan lambang kesucian.

Dewasa ini tata cara perayaan tiga malam bagi mempelai pengantin di Madura sudah hampir tidak lagi dipakai. Begitu juga busana atau paesnya. Kalaupun masih menggunakan busana adat tersebut kebanyakan sudah tidak sesuai pakem asli budaya Madura. Disamping itu juga terkadang dikombinasikan dengan model busana luar. Seperti busana muslimah maupun eropa.

Penulis: R M Farhan Muzammily

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.