Jejak Syekh Arif Muhammad bin Maulana Maghribi di Asta Pongkeng: Warisan Dakwah dari Bukit Sunyi Bluto

Kuburan Asta Pongkeng, Bluto, Sumenep

 

Di sebuah perbukitan kecil di Desa Aeng Baja, Kecamatan Bluto, Sumenep, berdiri tenang sebuah kompleks makam tua yang dikelilingi pepohonan rindang. Udara di sana terasa lembap, tenang, dan membawa aroma dedaunan yang khas. Di tengahnya, terdapat satu cungkup sederhana dengan papan nama yang mulai pudar: “Syaikh Arif Muhammad bin Maulana Maghribi.”

Nama itu mungkin belum sepopuler tokoh-tokoh wali lainnya di Nusantara. Namun bagi masyarakat Madura, khususnya warga sekitar Bluto, sosok Syekh Arif Muhammad adalah bagian dari sejarah yang hidup — seorang ulama yang jejak dakwahnya masih terasa, meski abad telah berganti.

Napak Tilas Seorang Ulama

Cerita tentang Syekh Arif Muhammad lebih banyak hidup di antara tutur dan doa. Dalam penuturan warga, beliau adalah seorang ulama besar yang datang dari jauh — disebut-sebut sebagai putra dari Maulana Maghribi, seorang ulama asal Mesir atau wilayah Arab bagian barat. Kata “Maghribi” sendiri memang berarti “barat”, dan sering digunakan sebagai gelar bagi para ulama yang datang dari dunia Islam bagian barat seperti Mesir, Maroko, atau Tunisia.

Tidak ada catatan pasti kapan beliau tiba di Madura. Namun masyarakat percaya, Syekh Arif Muhammad menetap di wilayah selatan Sumenep untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia dikenal sebagai sosok yang lembut, arif, dan mengajarkan agama dengan pendekatan budaya — selaras dengan tradisi masyarakat setempat.

Pendekatan inilah yang membuat ajaran Islam diterima tanpa benturan. Nilai-nilai tauhid, adab, dan gotong royong ditanamkan melalui bahasa dan budaya Madura itu sendiri.

Asta Pongkeng: Bukit Sunyi yang Selalu Ramai

Makam Syekh Arif Muhammad kini dikenal sebagai Asta Pongkeng atau Bujuk Pongkeng — sebuah kompleks pemakaman di atas bukit kecil yang menghadap ke hamparan hijau perkampungan Bluto. Untuk mencapainya, pengunjung harus menaiki beberapa anak tangga dari jalan desa.

Di puncak bukit, cungkup utama menjadi tempat dimakamkannya sang syekh. Sementara di bagian bawah, terdapat beberapa makam lain yang diyakini sebagai keluarga atau pengikut beliau — di antaranya Syekh Lansi, Syekh Bakir, dan Siti Ambarwati.

Meski letaknya terpencil, Asta Pongkeng tak pernah benar-benar sepi. Setiap hari, terutama menjelang bulan Ramadan atau menjelang haul, peziarah datang dari berbagai daerah. Ada yang memanjatkan doa, membaca yasin, ada pula yang sekadar duduk diam di bawah pohon besar sambil menikmati kedamaian tempat itu.

Bagi warga Madura, ziarah ke Asta Pongkeng bukan hanya perjalanan spiritual, tapi juga bentuk penghormatan terhadap sejarah dakwah Islam di tanah kelahiran mereka.

Antara Doa, Harapan, dan Kepercayaan

Jalan menuju Asta Pongkeng

Seperti halnya banyak situs makam ulama di Nusantara, Asta Pongkeng juga dipenuhi cerita-cerita yang diwariskan turun-temurun. Sebagian peziarah percaya, berdoa di makam Syekh Arif Muhammad dapat membawa keberkahan, kemudahan rezeki, bahkan kelancaran jodoh.

Namun, bagi banyak orang, nilai utama dari ziarah ini bukanlah “meminta” sesuatu, melainkan mengingat — mengingat perjuangan para ulama yang dahulu menyebarkan cahaya Islam di Madura dengan kesederhanaan dan ketulusan.

“Orang dulu nyebar agama bukan dengan kata kasar, tapi dengan laku dan akhlak,” tutur salah satu juru kunci Asta Pongkeng. “Syekh Arif Muhammad dikenal sabar, gak suka menonjol. Tapi ilmunya tinggi, orang-orang hormat sama beliau.”

Menyatu dalam Tradisi dan Identitas Madura

Di tengah masyarakat Madura yang religius, keberadaan makam seperti Asta Pongkeng bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir seorang ulama. Ia menjadi simbol keterhubungan masa lalu dan masa kini.

Haul Syekh Arif Muhammad rutin diadakan oleh warga sekitar. Acara ini bukan hanya kegiatan keagamaan, tetapi juga ajang silaturahmi dan pelestarian budaya. Di dalamnya, ada tahlil bersama, pembacaan sejarah hidup beliau, dan kadang diiringi kesenian hadrah serta jamuan sederhana — semua dilakukan dengan suasana penuh khidmat.

Tradisi seperti ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Madura memadukan keislaman dengan nilai lokal. Mereka menghormati ulama bukan karena keajaiban, tapi karena ilmu dan jasa yang diwariskan untuk kebaikan umat.

Menjaga Warisan, Menyambung Sejarah

Hingga kini, jejak historis Syekh Arif Muhammad masih menjadi bahan penelitian dan diskusi. Belum banyak catatan tertulis yang mampu menjelaskan silsilah atau perjalanan dakwahnya secara akademis. Namun masyarakat Bluto menjaga cerita ini dengan penuh rasa hormat — melalui lisan, ziarah, dan doa.

Pemerintah desa dan beberapa lembaga pendidikan lokal juga mulai memperhatikan potensi religi dan sejarah Asta Pongkeng sebagai situs wisata spiritual yang edukatif. Harapannya, tempat ini bukan hanya dikunjungi untuk berdoa, tapi juga untuk mengenal akar sejarah Islam di Madura yang lembut, humanis, dan penuh kearifan.

*****

Syekh Arif Muhammad bin Maulana Maghribi bukan hanya nama di batu nisan. Ia adalah bagian dari narasi besar tentang bagaimana Islam tumbuh di Madura — tidak dengan pedang, tapi dengan pelukan budaya dan tutur lembut para ulama.

Dari puncak Asta Pongkeng yang sunyi, suara angin seolah berbisik tentang keteladanan masa lalu: bahwa cahaya dakwah tidak harus bersinar terang, cukup menembus hati, seperti doa yang tak bersuara namun tak pernah padam.

Aspek Keterangan
Nama Lengkap Syekh Arif Muhammad bin Maulana Maghribi
Gelar & Sebutan Lokal Bujuk Pongkeng / Syekh Arif Maghribi
Asal-Usul Dikisahkan sebagai keturunan ulama dari Mesir atau wilayah Maghrib (Afrika Utara–Arab bagian barat)
Periode Hidup Tidak diketahui secara pasti; diperkirakan masa awal perkembangan Islam di Madura bagian selatan
Peran & Dakwah Ulama penyebar Islam di wilayah Bluto, Sumenep; dikenal dengan pendekatan dakwah yang lembut dan akhlakul karimah
Lokasi Makam Asta Pongkeng, Dusun Pongkeng, Desa Aeng Baja, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur
Pengaruh Spiritual Dihormati masyarakat sebagai penyebar Islam dan wali lokal yang meninggalkan ajaran tentang keikhlasan, kesederhanaan, dan kebersamaan
Tradisi yang Masih Hidup Haul tahunan, tahlilan bersama, dan ziarah peziarah dari berbagai daerah Madura
Ciri Khas Situs Makam di atas bukit kecil dikelilingi pepohonan rindang; suasananya tenang, sering disebut membawa ketenteraman bagi peziarah
Pesan Moral yang Dikenang “Menyebarkan agama bukan dengan amarah, tapi dengan akhlak yang baik.”

(Lontar Madura, dirangkum dari beberapa sumber)

Writer: Lontar MaduraEditor: Lontar Madura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.